Secara hukum, ada beberapa hal yang harus dijawab secara berjenjang, sistematis dan berdasarkan fakta hukum berkaitan dengan masalah ini.
Pertama, pleno dilakukan secara berjenjang disetiap tingkatan hampir dipastikan akan terjadi perubahan data perolehan suara selama itu ada data dan fakta hukum yang mampu disajikan para pihak.
Proses ini sudah mekanisme pada proses rekapitulasi hingga penetapan nasional. Sepanjang peserta pemilu mampu membuktikan data dan fakta, maka proses perubahan suara dalam setiap pleno rekapitulasi suara berjenjang sangat mungkin terjadi.
Tapi sebaliknya, jika yang diajukan hanya asumsi, provokasi, tudingan curang dan narasi tanpa fakta, maka secara hukum tidak.mwmiliki nilai pembuktian dan tidak akan mampu merubah hasil pleno rekapitulasi berjenjang.tersebut.
BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/3122/infonya-pelantikan-pejabat-hasil-seleksi-jptp-sebelum-lebaran
Kedua; rekomendasi administrasi Bawaslu adalah terkait mekanisme, tata cara dan prosedur yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ingat Pemilu itu bukan arisan alias.julo-julo yg aturan mainnya cukup dangan kesepakatan anggota saja. Tapi Pemilu itu secara administratif diselenggaralan harus berdasarkan tata cara, prosedur, dan mekanisme yang benar, berkepastian dan sesuai ketentuan UU, PKPU, Perbawaslu, dan ketentuan terkait lainnya.
Oleh sebab itu Bawaslu diberi mandat kewenangan nerdasarkan regulasi dalam menjalan fungsi pengawasan, pencegahan, dan penindakan.
Dalam kasus sengketa administrasi pasca pleno rekapitulasu suara berjenjang, seharusnua ada persoalan hukum yang harus diselesaikan melaluii tingkatan dari bawah (maksudnya dari mana asal mula pertama kali masalnya terjadi), yaitu bisa mulai di tingkat pleno PPK dan kabupaten.
Baru jika tidak seleaai pada level itu dibawah ke jenjang lebih di tingkat Provinsi atau nasional. Apa yang dilakukan Bawaslu yang merespon dan menindaklanjuti setiap ada pengaduan/permohonan sengketa adminstrasi maupun proses antar peserta Pemilu atau antar peserta Pemilu dengan penyelanggara Pemilu adalah tindakan yang sudah benar dan merupakan bagian dari proses pengawasan yang diperintahkan UU.
Sebaliknya jika Bawaslu tidak menindaklanjuti, maka merupakan tindakan yang salah dan dapat diadukan ke DKPP sebagai pelanggaran etik. Sepanjang rekomendasi yang dikeluarkan itui berdasarkan UU dan Perbawaslu, maka secara hukum tindakan Bawaslu adalah benar.
Harus dipahami oleh peserta Pemilu dan publik bahwa pleno rekapitulasi hasil suara berjenjang mulai dari PPK, kabupaten, Provinsi, dan nasional sekalipun belum final karena itu baru bersifat rekapitulasi sehingga ruang koreksi tetap ada, dan bahkan ditingkat nasional pun undang-undang memberikan ruang bagi para pihak untuk menchallange penetapan suara melalui pengajuan sengketa PHPU ke MK.
Terpenting bila itu terkait perolehan suara, fakta hukum berdasarkan data adalah tetap yang utama, karena mekanisme dan prosedur pada dasarnya tetap mengutamakan kepentingan subtansi Pemilu, artinya disetiap tingkatan selama itu ada yang tidak sesuai aturan dan demi untuk menjaga subtansi Pemilu, maka dimungkinkan ada koreksi dan perubahan perolehan suara.