Aktivis Sebut Janji Prabowo Perangi Tambang Ilegal Cuma Omong Kosong Besar

--

RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Presiden Prabowo Subianto kembali mengumandangkan perang terhadap aktivitas tambang ilegal di Indonesia.

Pada Minggu (23/11/2025), dari siang hingga larut malam, Prabowo memimpin rapat tertutup di kediamannya, Padepokan Garuda Yaksa, Hambalang, Bogor.

Pertemuan itu dihadiri barisan pejabat kelas satu: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, hingga pimpinan PPATK dan BPKP.

Rapat Maraton Bahas Laporan Satgas

Seskab Teddy Indra Wijaya menjelaskan bahwa rapat tersebut fokus pada evaluasi kinerja Satgas Penertiban Kawasan Hutan dan Pertambangan dan penyusunan langkah lanjutan.

“Ada sejumlah agenda strategis yang dibahas secara komprehensif,” ujarnya.

Di meja rapat, Prabowo menekankan kembali mandat UUD 1945 soal pengelolaan sumber daya alam. Laporan yang masuk menyebutkan kerugian besar akibat tambang ilegal, termasuk hilangnya hingga 80 persen produksi timah karena penyelundupan.

Prabowo juga menginstruksikan penindakan tegas serta memerintahkan Jaksa Agung bersama BPK mengaudit konsesi rawan pelanggaran.

Menhan Sjafrie menyebut Presiden meminta aparat berlaku tanpa kompromi. Sementara Bahlil Lahadalia menegaskan rencana menarik izin tambang pasir kuarsa dari pemerintah daerah ke pusat demi menutup celah manipulasi dan penyalahgunaan izin.

Aktivis Menilai Pemerintah Hanya Mengulang Janji

Namun, pernyataan perang terhadap tambang ilegal itu justru dipandang kosong oleh aktivis lingkungan. Dinamisator JATAM Kaltim, Judika, secara terbuka menyebut narasi pemerintah sebagai “omong kosong lama yang digoreng ulang”.

“Ini retorika yang terus diputar, omong kosong besar, untuk menaikkan citra penguasa, tanpa pernah benar-benar menyentuh para pelaku utama,” kata Judika, Rabu (26/11/2025).

Ia menegaskan bahwa di Kalimantan, tambang ilegal maupun legal sama-sama merampas ruang hidup dan menimbulkan korban.

“Hanya berbeda stempel. Perlindungan politik dan aparat ada di kedua sisi. Tambang ilegal dibiarkan tumbuh karena ada backing kuat,” ujarnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan