Bangkit dari Keterpurukan Ekonomi, Wanita Asal Kota Bengkulu Ini Mampu Olah Ikan Teri Jadi Makanan Oleh-Oleh T

--

‘’Setelah saya menikah, saya sempat ikut suami ke Jakarta. Tapi kondisi keuangan yang tidak memungkinkan saat itu, saya akhirnya memutuskan pulang ke Kota Bengkulu. Saya orangnya tidak tinggal diam. Saya jual opak, gula aren dan pakaian. April 2006, saya melihat ada ikan Teri dari nelayan. Terpikir oleh saya untuk diolah. Beberapa kali saya olah dengan resep saya dan akhirnya dijualkan. Karena makanan ini tidak ada di Kota Bengkulu, akhirnya peminatnya tinggi. Pesanan mulai banyak, masyarakat saya rekrut untuk membantu. Karena pesanan bisa tembus 500 kg sampai 1 ton,’’ ujar Fadiawati.

Pada tahun 2008, Fadiawati mengajukan pinjaman usaha ke BRI dan disetujui peminjaman dengan nominal Rp 5 juta. Uang dipergunakan untuk membantu operasional serta biaya produksi ikan keringnya.

Tidak hanya berhenti dalam mengolah ikan Teri, Fadiawati mencoba untuk mengolah ikan jenis lainnya. Berkeliling  ke wilayah Pulai Baai Kota Bengkulu, dirinya menemukan adanya ikan Beledang tangkapan nelayan.

Sama seperti ikan Teri, ikan jenis Beledang ini juga diolah, dikemas dan dijualkan. Hasilnya luar biasa. Penjualan ikan Beledang kering ini lebih booming dibanding ikan Teri kering.

Penjualan tidak hanya melalui toko oleh-oleh di Kota Bengkulu, juga sampai ke Kabupaten Kepahiang, Rejang Lebong bahkan ke luar Provinsi Bengkulu dan Pulau Jawa.

Omzet yang diperoleh berkisar Rp 30 juta hingga Rp 80 juta dalam satu bulannya. Konsumen yang memesan langsung diantarkan oleh Fadiawati dengan mengendarai sepeda motor sekalipun dengan jarak tempuh yang cukup jauh.

‘’Saya ketemu ikan Beledang kering. Saya coba goreng pake tepung. Resep ini saya pernah temukan ketika saya di Yogyakarta dulu. Produk makanan ikan Beledang ini tidak langsung jadi. Saya harus beberapa kali uji coba untuk membuatnya. Bisa sampai 100 kali percobaan, karena tidak menemukan rasa yang pas. Setelah sudah sesuai, baru kita pasarkan. Permintaan lebih melejit dari ikan Teri kering. Pesanan-pesanan ada yang dikirimkan, ada juga yang saya antar sendiri dengan mengendarai sepeda motor. Waktu itu saya belum punya mobil pribadi,’’ jelas Fadiawati.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/3122/infonya-pelantikan-pejabat-hasil-seleksi-jptp-sebelum-lebaran

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/3100/jpu-hadirkan-5-saksi-dalam-sidang-perkara-dugaan-korupsi-dana-tka

Dua jenis makanan ini saja dinilai belum cukup. Fadiawati terus berinovasi. Tahun 2010, mulai menjajaki pembuatan jenis makanan lain, seperti keripik punai, ciput dan manisan terong.

Sama seperti dua olahan makanan sebelumnya, jenis makanan ini harus diolah berulang kali hingga mendapatkan cita rasa yang pas sebelum dilemparkan ke pasar.

Berjalan waktu, usaha terus berkembang hingga akhirnya pada tahun 2019 pandemi Covid-19 datang. Omzet dari penjualan perlahan turun.

Makanan yang sudah diproduksi lebih banyak menumpuk di gudang. Biaya produksi banyak yang tidak bisa dibayarkan. Outlet penjualan tutup sementara.

‘’Dalam perjalanan usaha saya, bukan selalu berjalan mulus. Saat pandemi Covid contohnya. Produksi makanan saya banyak menumpuk di gudang. Outlet tutup sementara. Biaya-biaya produksi tak bisa ditangani. Tapi tetap ada penjualan walaupun sedikit. Tahun 2021, pandemi mulai hilang dan penjualan kembali normal,’’ ujar Fadiawati.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan