PENYERTAAN MODAL NEGARA DALAM BENTUK SAHAM PADA BUMN MERUPAKAN KEUANGAN NEGARA

Firman Halawa, Praktisi Hukum--
Oleh : Dr. Firman Halawa, S.H.,M.H. (Praktisi Hukum)
Belakangan ini mencuat berbagai perbedaan pendapat tentang keuangan negara yang dikelola BUMN atau perusahaan yang sebagian besar modalnya merupakan modal negara atau kepemilikan saham negara pada BUMN. Terlebih-lebih dengan banyaknya perkara korupsi yang saat ini ditangani aparat penegak hukum yang menyasar pada BUMN atau perusahaan negara “plat merah” yang didalamnya terdapat modal negara atau saham yang dimiliki negara. Perdebatan tersebut berkembang seiring dengan terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Terlepas dari perdebatan tersebut, berikut ini penjelasan penulis dalam perspektif yang penulis pahami.
Keuangan Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 angka 1 adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara dalam melaksanakan fungsi (pemerintahan) negara. Pengertian tentang keuangan negara tersebut di masa lalu (sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara) diatur dalam berbagai ketentuan terkait dengan pengelolaan/administrasi Keuangan Negara. Pemikiran tentang Keuangan Negara sesuai dengan pikiran yang terkandung dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang keuangan negara, maka pengelolaan keuangan negara dibagi dalam tiga sub bidang, yaitu : sub didang pengolaan fiskal, Sub bidang pengelolaan moneter dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Paket Undang-undang Keuangan Negara mengatur secara komprehensif pengelolaan keuangan Negara, baik dari aspek politis maupun aspek administratif. Paket undang-undang ini, yang terdiri dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, merupakan undang-undang formil di bidang pengelolaan keuangan Negara yang berisi, prinsip-prinsip, sistem, prosedur, mekanisme tata kelola keuangan Negara yang pada hakekatnya merangkum, mengkodifikasikan seluruh prinsip, system, prosedur, mekanisme tata kelola keuangan Negara yang selama ini telah dipraktekkan di Indonesia. Tiga undang-undang dimaksud lebih luas daripada Indische Comptabiliteits Wet 1925 (ICW), dan Regelen voor het Administratief Beheer 1933 (RAB) dan menggantikan kedua perundang undangan tersebut yang selama ini dijadikan dasar pengelolaan keuangan negara di Indonesia.
Slanjutnya Pengelola keuangan negara yang tertuang dalam APBN sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan negara, yaitu :
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
Diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Apakah keuangan negara yang dipisahkan dan berada serta dikelola oleh BUMN termasuk dalam lingkup keuangan negara ? Menjawab hal tersebut, maka perlu dijelaskan filosofi pendirian BUMN yaitu bahwa kebutuhan masyarakat terhadap layanan pemerintah pada hakekatnya tidak seluruhnya dapat disediakan melalui system yang melibatkan lembaga-lembaga pemerintah yang bersifat structural dengan menggunakan mekanisme penetapan harga atas dasar non pasar (non market pricing mechanism). Disamping itu, diperlukan pula peran pemerintah dalam mendorong perkembangan perekonomian nasional melalui system distribusi dan stabilisasi, Di sisi lain, pendirian BUMN diharapkan akan merupakan sumber penerimaan Negara. Dengan mengacu pada konsepsi yang tertuang dalam UUD 45, badan usaha milik negara, pada prinsipnya, adalah milik rakyat. Pola kelembagaan perusahaan Negara, sebagai suatu entitas publik, memiliki pola yang unik. Dengan status sebagai milik rakyat, kewenangan terhadap kepemilikan assetnya berada sepenuhnya di tangan rakyat. Dalam hal ini, pengertian rakyat adalah lembaga legislatif, yang secara konstitusi merupakan lembaga yang mewakili rakyat. Namun untuk alasan praktis, dalam hal tertentu, kewenangan dimaksud dapat dilaksanakan oleh Presiden.
Oleh karena itu, sesuai dengan pemikiran tersebut, di dalam organisasi pengelolaan BUMN kemudian dikenal adanya dua kelompok manajemen (two tiers system), yaitu, pertama, merupakan kelompok pemilik; kedua, merupakan kelompok pengelola teknis. Dalam kelompok pertama hanya terdiri dari satu unsur yaitu pemerintah, sedangkan dalam kelompok kedua terdiri dari dua unsur, yaitu: Negara / Pemerintah sebagai wakil pemilik, dan unsur pelaksana (agent). Atas dasar pemikiran di atas, dalam sistem pengelolaan Keuangan Negara di Indonesia, khususnya untuk BUMN, kemudian dikenal adanya peran dua Menteri. Yaitu, Menteri Keuangan dalam kedudukannya selaku Bendahara Umum Negara, sebagai pemilik, dan Menteri Negara BUMN sebagai pengendali teknis mewakili pemilik. Pola pemikiran seperti tersebut di atas, yang pada prinsipnya didasarkan pada konsepsi yang tertuang dalam UUD 45, dicerminkan dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2025.
Dengan demikian maka Keuangan Negara yang dipisahkan dan berada serta dikelola oleh BUMN termasuk dalam lingkup keuangan negara sebagaimana tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan secara eksplisit selanjutnya dinyatakan dalam pasal 2 huruf g yang berbunyi “Keuangan negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah”. Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan tersebut mencakup kekayaan negara yang dipisahkan yang tidak secara teknis dikelola oleh BUMN yang bersangkutan. Kemudian dalam konteks upaya memberantas korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021, dalam penjelasan umum menjelaskan definisi tentang Keuangan Negara. Keuangan Negara berdasarkan penjelasan UU tersebut adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :
(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Dengan demikian maka kerugian Keuangan yang berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban BUMN / BUMD, badan hukum, Yayasan, dan perusahaan yang menyertakan modal negara sebagai kekayaan negara yang dipisahkan merupakan kerugian keuangan negara.
Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003, kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dalam bentuk memiliki saham seri A Dwiwarna pada BUMN melalui Menteri (sebagai Pemegang Saham). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3A yang berbunyi :
(l) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan BUMN sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan negara dalam bidang pengelolaan keuangan negara.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kekayaan negara yang termasuk dipisahkan pada BUMN.
(3) Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikuasakan kepada Menteri selaku pemegang saham seri A Dwiwarna dan Badan sebagai pemegang saham seri B pada Holding Investasi dan Holding Operasional, selaku wakil Pemerintah Pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
Saham termasuk salah satu surat berharga sebagai tanda bukti kepemilikan sebagian dari modal pemilik sebagai penyertaan modal pada perusahaan. Saham Seri A Dwiwarna adalah jenis saham khusus yang hanya dapat dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, terutama dalam perusahaan BUMN. Saham ini memberikan hak istimewa kepada pemiliknya, termasuk hak untuk menyetujui agenda RUPS, mengusulkan calon anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta mengakses data dan dokumen perusahaan. Selain itu, pemegang saham Seri A Dwiwarna memiliki kontrol atas penunjukan komisaris dan direksi, perubahan struktur permodalan, serta perubahan anggaran dasar. Saham ini juga dikenal sebagai saham merah putih dan hanya diterbitkan secara khusus untuk pemerintah Indonesia. Saham negara pada BUMN termasuk kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana diatur dalam Pasal 3A UU Nomor 1 Tahun 2025. Oleh karena merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, maka termasuk dalam rezim keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf g UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.