Ketua MPR Ajak Seluruh Elemen Bangsa Wujudkan Pemilu 2024 yang Damai dan Bermartabat
--
POLKUM - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengajak seluruh elemen harus aktif menyuarakan dan menjaga kondusifitas bangsa. Hal itu disampaikannya dalam Silaturahmi Nasional Anak Bangsa 2023 di kantor Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI), Jakarta, Kamis (23/11).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menyampaikan hal tersebut menyikapi kekhawatiran publik terhadap polarisasi rakyat yang terjadi pada Pemilu 2019 yang melahirkan 'dikotomi' cebong dan kampret akan kembali terulang di Pemilu 2024.
Hal ini berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada 19-21 Juni 2023 yang mencatat sekitar 56 persen responden merasa khawatir terjadinya keterbelahan dan polarisasi rakyat pada Pemilu 2024.
Jajak pendapat Kompas pada akhir Mei 2022 juga menunjukkan sekitar 70 persen responden merasa khawatir bahwa polarisasi rakyat tersebut akan kembali terulang pada Pemilu 2024.
Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menegaskan untuk mewujudkan Pemilu yang damai dan bermartabat dapat merujuk pada beberapa indikator.
Antara lain netralitas TNI-Polri dan ASN, tingkat pelanggaran Pemilu yang rendah, tidak ada intimidasi dan diskriminasi, tidak mencederai nilai-nilai demokrasi serta meningkatnya literasi politik dan rasionalitas pemilih.
"Selain itu, juga harus meminimalisir faktor risiko mulai dari penyediaan dan distribusi logistik Pemilu, hingga keselamatan panitia penyelenggara Pemilu sehingga Pemilu 2024 bisa dijalankan dengan riang gembira, bukan dengan penuh permusuhan dan kebencian. Apalagi sampai membuat perpecahan kebangsaan," kata Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (24/11).
Bamsoet mengatakan dalam penyelenggaraan Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 harus diakui ada kecenderungan kenaikan jumlah pelanggaran Pemilu.
Pada Pemilu 2014, jumlah pelanggaran Pemilu mencapai 10.754 kasus, dan naik menjadi 15.052 kasus pada Pemilu 2019, yang sebagian besarnya adalah masalah administratif.
Pada Pemilu 2019, pelanggaran kasus pidana Pemilu tercatat sebanyak 348 kasus, atau meningkat 58,3 persen jika dibandingkan dengan Pemilu 2014. Menurut Bamsoet, peningkatan jumlah pelanggaran tersebut, dapat dimaknai dari dua sudut pandang.
Bisa jadi pengawasan Bawaslu semakin ketat sehingga semakin banyak kasus pelanggaran yang terungkap atau pelanggaran Pemilu masih dianggap lumrah dan sanksi yang diberikan belum cukup memberikan efek jera.
"Kita berharap di Pemilu 2024 nanti pelanggaran Pemilu, baik dari sisi administrasi maupun pidana bisa diminimalisir," ujar Bamsoet.
Bamsoet menekankan dalam penyelenggaraan Pemilu harus ada jaminan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan akses informasi seluasnya, bukan informasi yang sudah terkooptasi, atau dimonopoli oleh kepentingan politik tertentu.
Pemilu sebagai implementasi demokrasi juga harus diselenggarakan dengan tidak mencederai nilai-nilai demokrasi itu sendiri.