Komisi XI DPR RI Pertanyakan Efektivitas Hi-Co Scan di Pelabuhan
--
RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan disentil Komisi XI DPR RI seusai membahas tentang implementasi Hi-Co Scan di pelabuhan. Hi-Co Scan adalah alat pemindai peti kemas menggunakan teknologi X-ray yang dipasang di pelabuhan guna memeriksa fisik tanpa membuka kontainer, berfungsi mendeteksi adanya penyelundupan barang ilegal. Adapun pelabuhan yang telah dilengkapi dengan Hi-Co Scan, antara lain Tanjung Priok di Jakarta, Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Belawan di Sumatera Utara.
Keberadaan alat ini difungsikan dapat memperkuat lini pertahanan pengawasan impor dan ekspor. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyinggung soal efektivitas Hi-Co Scan di pelabuhan yang tidak optimal, karena mendapati banyaknya alat tersebut mati saat diperiksa. "Kami beberapa kali Kunker (Kunjungan Kerja) spesifik ke pelabuhan-pelabuhan, mengecek peralatan itu semua enggak hidup, Pak. Bapak memang punya. Nah, sekarang kalau dihidupkan kita senang itu, Pak," kata Misbakhun dengan nada sedikit sarkas, dalam RDP bersama DJBC, Senin (24/11).
Menanggapi interupsi tersebut, Dirjen Bea Cukai Djaka Budhi Utama memberikan klarifikasi mengenai kepemilikan dan operasional Hi-Co Scan. Djaka menyatakan operasionalitas fasilitas tersebut di bawah naungan perusahaan rekanan, Pelindo. Enggan puas dengan tanggapan Djaka, Misbakhun kembali menegaskan kekhawatirannya terkait status kepemilikan aset tersebut.
Dia menilai pengawasan barang keluar dan masuk negara menjadi tidak optimal karena aset tersebut tidak di bawah naungan langsung Bea Cukai. Kondisi ini, menurut Misbakhun, berpotensi dimanfaatkan sebagai modus operandi. Belum lagi, masalah pemeliharaan alat yang sering menjadi kendala, dan harus menunggu waktu lama untuk perbaikan dari perusahaan. "Lah kalau itu berapa hari rusak, berapa lalu lintas kemudian, dan berapa itu, itu sudah menjadi modus yang kita semua tahu," ujarnya.
Anggota Komisi XI tersebut lantas mendesak perubahan tata kelola kepemilikan alat, sehingga pengawasan langsung berada di bawah pemerintah. "Ke depan, Pak, ini enggak boleh menjadi asetnya orang lain. Harus menjadi asetnya Bea Cukai, dikerjakan oleh Bea Cukai, dimiliki oleh Negara, dan dioperasionalkan oleh Bea Cukai," katanya tegas. (**)