Hanya 250.432 Guru Lulus PPPK 2023, Pemerintah Dinilai Gagal
--
EDUKASI RBt - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai program satu juta pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang digaungkan pemerintah kurang sukses. Tercatat dalam rentang waktu 2021-2022 pemerintah hanya berhasil merekrut 544.292 guru. Artinya, guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang.
"Kami mengapresiasi upaya Kemendikbudristek, Kemenag, dan Panselnas dalam melaksanakan perekrutan guru PPPK. Namun, jujur harus diakui bahwa target perekrutan satu juta guru tidak tercapai," kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salin, Senin (1/1). Dia melanjutkan seleksi PPPK guru 2023 pun hasilnya jauh dari harapan. Terungkap guru yang lolos seleksi sebanyak 250.432 orang.
Padahal, tahun sebelumnya 2021-2022 berhasil merekrut 544.292 guru. Artinya, guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang.
"Namun, kami sangat menyesalkan masih ada ribuan guru lulus passing grade (PG) yang nilainya di atas ambang batas (istilah P-1), sejak 2021, dijanjikan akan diberi formasi pada 2022 lalu 2023, dan kini dijanjikan kembali mendapatkan formasi pada 2024 nanti," tutur Satriwan Salim.
P2G juga sangat menyayangkan Pemda, hanya mengajukan 296.059 formasi guru PPPK dari 601.174 formasi yang dibutuhkan. Faktanya ujar Satriwan, selalu berulang begini, kekurangan guru ASN akan terus terjadi, sekolah serta pemda kembali akan merekrut guru honorer karena kebutuhan tak terpenuhi. "Begitu saja seterusnya, lingkaran setan," ucap Satriwan. Ribuan guru P-1 tersebut nasibnya tidak jelas, nasib mereka digantung. Kalau mau fair, negara sudah seharusnya mengganti rugi biaya hidup mereka, akibat ketidakpastian formasi karena amburadulnya manajemen guru PPPK. Solusi dari Mendikbudristek Nadiem Makarim melalui marketplace guru yang dikoreksi menjadi talent pool hanya menjadi bumerang. Sebab, menutup mata dari masalah sebenarnya, bahwa tidak sinkronnya kebijakan guru PPPK antara pemerintah pusat dan daerah.
"Juga lemahnya pemutakhiran data, yang seharusnya bukan masalah bagi menteri dengan latar belakang pelopor perusahaan teknologi digital," pungkasnya. (esy/jpnn)