Tips Ahli Gizi Tan Shot Yen agar Siswa Tak Pilih-Pilih Makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis

--

Pasalnya, Tan berpendapat bahwa memang makan bergizi gratis ini tidak bisa mengakomodasi semua keinginan anak terhadap suatu makanan.

"Memang banyak sekali yang perlu kita benahi dari anak-anak ini, nggak bisa makannya disetel seperti maunya anak. Nanti model yang keluar nanti bakso dengan cireng."

Ia mencontohkan pada kasus yang banyak terjadi pada anak yang tidak suka makan sayur.

"Anak-anak yang katanya nggak doyan makan sayur, lalu sayurnya disisihkan, maka kita harus punya upaya. Tapi tentu saja kita tidak boleh pukul mundur bahwa sayurnya kita bikin jadi kripik misalnya, supaya kriuk-kriuk anaknya jadi doyan. Nggak ada gunanya makan sayur," tandasnya.

Untuk mengatasi picky eating pada anak, Tan menekankan pentingnya peran ahli gizi dalam memilih sayur atau makanan yang sekiranya diterima untuk dikonsumsi anak.

"Triknya ada di sini, bagaimana ahli gizi setempat bisa cari akal, kira-kira sayur seperti apa yang masih bisa diulik," tambah Tan.

"Sayur itu kan tidak selalu berdaun," tandasnya. 

"Sayur itu kan tidak selalu terancam atau terurap. Ketimun juga sayur, tomat ceri juga sayur."

"Jadi bagaimana kita bisa tetap bisa memilih sayur-sayur yang bisa dinikmati oleh anak-anak tanpa harus membuat anak-anak ini juga menjadi manja," tuturnya.

Di sisi lain, ia menegaskan bahwa semua pihak bertanggung jawab terhadap anak yang pilih-pilih makanan.

Seperti yang sudah terjadi di beberapa daerah yang melaksanakan Makan Bergizi Gratis, anak yang pilih-pilih makanan ini menjadi teguran keras, termasuk orang tua dalam memberi kebiasaan makan bagi anaknya.

"Bayangkan kalau ketika MPASI, mamanya sibuk ikuti mamagram, lihat-lihat bagaimana membuat banana pancake, padahal pisang barongko itu enak banget dari Bugis."

"Kita harus bisa melihat bahwa kalau memang ini adalah bagian dari suatu edukasi publik, bahwa biar bagaimana pun juga generasi emas kita harus mencintai makanan lokal, makanan yang sehat atau tidak," tuturnya.

Senada, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Moh Adib Khumaidi juga mengatakan bahwa program makan bergizi gratis ini harus diikuti dengan upaya edukasi kesehatan.

"Karena anak-anak sekarang ini ini kan lebih banyak mengikuti sosial media sehingga akhirnya mereka (termasuk) di daerah-daerah, sekarang yang lebih ramai itu nggak ada makan tradisional, tapi dia carinya yang fast food," ungkapnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan