Ahli Hukum: Kejagung Harus Buktikan Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah
--
RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membuktikan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dalam kasus korupsi terkait timah menimbulkan tanda tanya.
Ahli Hukum Pidana Profesor Romli Atmasasmita menilai klaim kerugian negara Rp 300 triliun itu menjadi beban berat yang belum mampu dipenuhi Kejagung hingga kini.
Pasalnya, kerugian negara sebesar itu belum terbukti seluruhnya.
Prof Romli lantas menyebut upaya menyeret lima perusahaan sebagai tersangka merupakan salah satu langkah untuk mengejar kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya.
"Kejagung sudah terlanjur mengumumkan kerugian Rp 300 triliun ke publik. Presiden pun sudah memberikan respons. Jadi, mereka harus menunjukkan hasil, meski angka itu tampaknya sulit terbukti," kata Romli, Jumat (3/1).
Menurut Romli, hukuman denda kepada korporasi harus ditentukan oleh majelis hakim berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020.
Namun, denda yang telah dijatuhkan kepada para direksi perusahaan yang telah terdakwa sebelumnya belum mencapai angka fantastis itu.
“Jaksa boleh saja hitung seenak jidatnya, semau-maunya dia, boleh, tetapi hakim sudah punya patokan. Patokan hakim dalam membuat penilaian tentang kerugian keuangan negara sesuai Perma 1/2020,” ungkapnya.
Kesalahan Data Ahli
Sementara itu, Ahli Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Sudarsono Soedomo menyebut perhitungan Rp 300 triliun tersebut didasarkan pada data yang tidak valid.
"Angka Rp 300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Namun, persepsi yang muncul di masyarakat seolah-olah itu uang nyata. Kejagung sendiri kini mulai meragukan angka tersebut setelah banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung menyorotinya," beber Sudarsono.
Dia mengatakan Kejagung tidak memiliki kompetensi untuk mengevaluasi data yang terkait dengan kerugian lingkungan, salah satu komponen besar dalam kasus ini.
“Kejagung tidak mempunyai kompetensi dan kapasitas untuk melakukan itu, karena memang itu barang masih barang sulit lah, masih menjadi perdebatan. Menghitung kerugian lingkungan itu masih bahan perdebatan di antara para ahli,” paparnya.
Ego Kejagung dan Tekanan Publik