Pleno Vital
Oleh: Dahlan Iskan
Istilah perusuh Disway hampir saja jadi masalah.
Yakni ketika Inneke booking tempat di kompleks Candi Prambanan ,Yogyakarta.
Kata ''perusuh'' membuat manajemen Candi Prambanan khawatir: keselamatan candi warisan budaya dunia itu bisa terancam. Inneke sampai harus menjelaskan riwayat lahirnya istilah ''perusuh'' di media ini.
Clear. I Gusti Putu Ngurah Sedana, purnawirawan TNI-AL yang jadi general manager Candi Prambanan pun ikut perayaan Disway: mulai pukul 05.00. Sabtu pagi kemarin.
Pesertanya: 40 perusuh Disway, 180 anggota senam Disway dari Surabaya, 50 orang paguyuban senam Yogya Minomartani, awak Harian Disway, dan Pak Putu beserta stafnya.
Inilah acara Disway terbaik: keindahan lokasinya maupun pengaturan acaranya. Tidak ada isu hujan badai. Tidak ada ular berbisa. Tidak ada pocong.
Justru ada uniknya: para perusuh datang ke Candi Prambanan dijemput dengan kereta kelinci –odong-odong.
Hotel tempat mereka bermalam memang hanya tiga kilometer dari lokasi senam. Kalau pun naik bus hanya tiga menit. Kebetulan ada odong-odong yang berkapasitas 40 orang. Pas. Seru. Semua kembali jadi kanak-kanak –selama 15 menit.
"Jangan-jangan jumlah perusuh dibatasi 40 orang agar sesuai dengan kapasitas odong-odong," gurau seorang perusuh yang di Prambanan pun tidak berhenti merusuh.
Kalau saya boleh memberikan piagam penghargaan kepada mereka, maka juara perusuh di forum ini adalah: Anda sudah tahu.
Beliau berusia 70 tahun. Sudah bekerja di Telkom sejak masih SMA. Lalu ke Telkomsel. Sambil terus kuliah. Jadi akuntan. Alumnus UGM. Tugasnya pindah-pindah wilayah.
Seperti juga banyak lelaki ia pernah terkena prostat. Dioperasi. Kambuh lagi. Dioperasi lagi. Sampai tiga kali. Lalu mendalami akupunktur. Sampai ke Guangzhou. Ia ingin berpraktik sebagai akupunkturis. Tidak bisa. Akupunkturis pun sekarang harus dokter. Agar bisa dapat izin praktik.
Secara pribadi ia bisa membantu teman-temannya. Tiga orang sekerjanya, katanya, sembuh dari prostat. Maka ia menawarkan, malam itu, penyembuhan lewat ilmunya.