Wajib Kantongi Sertifikasi Halal, Begini Respons Pelaku Fashion Muslim
--
RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Pelaku usaha di bidang fashion muslim mengaku sudah mengetahui kewajiban sertifikasi halal yang diatur pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Dilansir dari disway.id, salah satunya pemilik brand fashion hijab lokal, bernama Lady Dahlia yang memiliki brand fashion dengan nama serupa.
Lady mengungkapkan bahwasanya ia setuju dengan peraturan tersebut, namun ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah.
"Sebenarnya bagus-bagus aja. Jadi saya juga pernah ada mau ikut event gitu, terus itu harus disertakan sertifikasi halal. Sebenarnya tidak apa-apa, tapi yang berat itu untuk pemilik brand-nya ya," katanya saat ditemui di ajang Indonesia International Modest Fashion Festival di JCC Senayan, Kamis 31 Oktober 2024.
Diakui Lady, dirinya cukup keberatan jika harus merinci satu persatu material bahan untuk brand hijabnya agar mendapatkan sertifikasi halal.
Lebih baik dikatakan Lady, pabrik pembuat material yang harus merinci apakah bahan bakunya halal atau tidak.
"Karena ini kan bahan maksudnya, ada bahan, ada tinta, ada apa gitu kan. Apalagi kalau baju nih ya. Baju itu kan ada kancing, ada seleting, ada benang, ada apa gitu. Itu yang menyulitkan pemilik brand-nya itu kalau harus satu-satu. Apakah ini benangnya halal atau tidak? Apakah ini kancingnya halal?," ungkapnya.
"Sebenarnya yang harus mengeluarkan itu dari pemilik material mentahannya, bahan baku mentahnya. Jadi kita sebagai pemilik brand kan sudah tahu kalau kancing ini ada kandungan apanya. Jadi kita bisa langsung, oh ini halal, ini halal," terangnya.
"Jadi jangan pemilik brand-nya yang merunut satu-satu halal atau tidak. Tapi alangkah lebih baiknya dari si pabrik yang mengeluarkan bahan bakunya apakah halal, kalau menurut saya seperti itu," tandas Lady.
Diberitakan sebelumnya, Kepala BPJPH Haikal Hasan atau Babeh Haikal menyebut berdasarkan UU No 33 2024 Pasal 4 tegas menyatakan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas.
Adapun produk, menurut Pasal 1 Undang-undang tersebut, adalah barang atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sedangkan jasa meliputi penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, atau penyajian.
Bagi Pelaku Usaha mikro dan kecil, penahapan kewajiban bersertifikat halal untuk Produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan tanggal 17 Oktober 2026. (**)