Tuna Santri

--

Oleh: Dahlan Iskan

Saya ingin tinggal satu malam di Pesantren Al Zaytun, Indramayu. Agar bisa ikut acara penting keesokan harinya: peluncuran dua kapal ''made in Zaytun''. Yakni kapal penangkap ikan yang mestinya sudah diluncurkan dua tahun lalu. 

Saya gagal ikut acara itu. 

Anda sudah tahu mengapa peluncuran kapal tersebut tertunda dua tahun: pimpinan Al Zaytun, Syekh Panji Gumilang, jadi tersangka penistaan agama Islam –dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara. 

Untung dua kapal tersebut akhirnya selesai. Bisa diluncurkan ke laut Arafura, dekat Papua. Di utara Australia. 

Di sanalah dua kapal itu akan menangkap ikan. Hasilnya dibawa ke Indramayu –untuk konsumsi ribuan santri di Al Zaytun. 

Bahwa kapling penangkapannya di laut Arafura memang di sanalah izin untuk kapal Al Zaytun tersebut. Di situ pula cadangan ikan sangat besar di laut dalamnya. 

Kapal itu diberi nama Surowiti. Saya pun sibuk tanya sana sini: apa itu Surowiti. Ternyata itu nama sebuah bukit di satu desa di Gresik, Jatim. 

Dari desa itulah Syekh Panji Gumilang berasal. Di desa itu ada pesantren besar yang legendaris: Pesantren Maskumambang. 

Di pesantren itulah Panji Gumilang belajar. Ayahnya dan kakeknya adalah kepala desa di situ. 

Tokoh-tokoh Partai Masyumi berdatangan ke rumahnya. Ke Maskumambang. 

Tokoh nasional terkemuka seperti Moh Natsir, Moh Roem, Prawoto dan Saifuddin Anshari sering ke sana. 

Itulah sebabnya anak sulung Panji Gumilang diberi nama Prawoto. 

Saya ke Maskumambang tahun lalu. Pesantren tersebut masih jaya. Lebih dekat ke modernis daripada tradisionalis. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan