Pengamat: Politikus yang Ikut Seleksi Calon Anggota BPK Berpotensi Konflik Kepentingan

--

RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Sejumlah kalangan masarakat sipil menyoroti para anggota DPR RI dan politikus yang mencalonkan serta mengikuti proses seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pasalnya, keberadaan mereka di BPK kelak diduga untuk mengamankan audit keuangan kepala daerah seperti gubenur, bupati/wali kota yang menjadi kader partai politik.

"Menurut saya, pada tingkat tertentu mungkin ada kaitan dengan partai-partai yang mendorong mereka (politikus dan anggota DPR). Kenapa sejumlah partai politik mendorong atau menyokong mereka, kepentingannya untuk membuat segala macam keputusan yang tidak akan merugikan terhadap partai yang punya banyak kader di daerah," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/7).

Untuk saat ini, sejumlah politikus dan anggota DPR diketahui mencalonkan serta mengikuti proses seleksi anggota BPK. Mereka antara lain Eva Yuliana (Nasdem), Hendrik H. Sitompul (Demokrat), M. Misbakhun (Golkar), Mulfachri Harahap (PAN), Jon Erizal (PAN), Bobby Adhityo Rizaldi (Golkar), Akhmad Muqowam (Hanura) dan Daniel Lumban Tobing.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/5800/perkuat-ekosistem-kendaraan-listrik-di-indonesia-hyundai-perluas-ekspansi-charging-point-station

Ray menuturkan pihaknya mengamati politikus yang mengikuti seleksi anggota BPK tidak hanya dari satu partai saja. Bahkan diketahui anggota DPR yang saat ini masih aktif pun mengikuti seleksi tersebut.

"Jadi bukan hanya satu partai, tetapi banyak parpol, karena mereka jadi punya keinginan untuk memastikan hasil-hasil audit keuangan tidak menghujam kader-kader mereka nanti di daerah. Ini fenomena yang menurut saya menggelisahkan," tutur Ray.

Potensi politikus Senayan disbanding calon profesional/independen atau non-partai terpilih menjadi anggota BPK, kata Ray, lebih besar. Pasalnya, yang memilih anggota BPK adalah teman-teman politisi Senayan itu di Komisi XI DPR.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/5786/cegah-pencurian-data-berulang-kemenkominfo-ajak-apple-bikin-sekolah-hacker

"Mereka juga sudah tahu, kalau ada anggota partai dan non-partai, besar kemungkinan anggota partai yang akan terpilih. Jadi peluang mereka untuk terpilih (anggota BPK) itu jadi besar, setidaknya soal pemilihan, apakah antara anggota partai atau non-partai," ungkap Ray.

Meski begitu, kata Ray, fenomena ini bisa terjadi karena berdasarkan undang-undang UU) tidak ada larangan bagi anggota DPR dan politikus mencalonkan dan mengikuti seleksi calon anggota BPK. Namun, pimpinan partai politik dan anggota DPR seharusnya mengedepankan moral karena tugasnya seharusnya mengawal suara rakyat selama 5 tahun.

"Semuanya berdasarkan hukum formal, enggak berdasarkan moral. Kalau berdasarkan aturan hukum boleh-boleh saja. Jadi ya repot kita itu, padahal secara moral, bagaimana mereka sudah meminta suara rakyat, setelah terpilih, lalu mereka tinggalkan begitu saja, lalu mereka belum bekerja untuk rakyat, sudah mundur sebagai anggota DPR karena terpilih sebagai anggota BPK," kata Ray.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/5787/info-dari-menko-airlangga-ada-kenaikan-gaji-pns-di-2025

Ray menambahkan keberadaan politikus itu sudah pasti akan menimbulkan konflik kepentingan apabila kelak terpilih menjadi anggota BPK.

“Tentu harus berhenti sebagai anggota DPR jika terpilih menjadi anggota BPK, dan potensinya akan menjadi konflik kepentingan. Bahkan bisa juga supaya mengamankan kader-kader mereka yang menjadi kepala daerah di daerah, itu tujuan salah satunya," ujar dia.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan