Wakil Ketua MPR: Pernyataan Elite Politik Harus Mencerahkan dan Menggembirakan

--

POLKUM - Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani berharap para jurnalis yang mengikuti perkembangan politik di seputar MPR, DPR, dan DPD bisa menyajikan cara pandang yang lebih edukatif dan berperspektif tentang kehidupan kebangsaan. 

Harapannya agar peran MPR sebagai Rumah Kebangsaan harus menjadi kokoh dan kuat. 

Hal itu disampaikannya ketika membuka Media Gathering MPR RI 2023 di Denpasar, Bali, Sabtu (2/12) malam.

Menurutnya, proses politik yang terjadi saat ini dalam upaya meyakinkan rakyat hanyalah proses demokrasi yang wajar. 

"Saya meyakini bingkai pers dan pemberitaan dari para jurnalis adalah bingkai yang menunjukkan persatuan dan kesatuan serta penguatan demokrasi," kata Ahmad Muzani dalam keterangan tertulis, Minggu (3/12). 

Ahmad Muzani mengingatkan tahun politik seperti saat ini jangan sampai membuat suasana kebangsaan menjadi pengap, sesak, apalagi sempit.

"Pernyataan-pernyataan yang disampaikan elite politik haruslah pernyataan yang memberikan optimisme, mencerahkan, menggembirakan, dan menunjukkan persatuan di atas segalanya," ujar Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra ini. 

Muzani mengakui proses demokrasi sekarang ini untuk memberi pengaruh kepada rakyat dalam menentukan pilihan-pilihan politiknya memang membuat suasana hangat bahkan panas.

Karena itu, dia berharap para elite untuk menghindari pernyataan-pernyataan yang membuat kehidupan kebangsaan kita yang kesannya semakin sempit, dan rumit.

"Saya percaya elite politik kita memiliki cakrawala dan cara pandang yang begitu luas tentang bangsa. Dalam pandangan kami, harus dijaga suasana kebangsan kita suasana yang harmonis, kekeluargaan, dan menjaga persaudaraan di antara anak bangsa," katanya. 

Menurut Muzani, sejarah bangsa Indonesia telah memperlihatkan bahwa keruwetan, kerumitan, bahkan persengketaan, berujung kembali pada persaudaraan. 

Dia mencontohkan keruwetan nasib negara tidak jelas pada akhirnya kembali ke NKRI pada 1950, perdebatan UUD dan dasar negara dalam konstituante yang tidak selesai akhirnya bisa selesai dengan Dekrit Presiden 1959. 

Begitu juga peristiwa pemberontakan PKI 1965, reformasi 1998, dan amendemen UUD, karena tuntutan reformasi, semua bisa diselesaikan. 

"Semua pemimpin bangsa akhirnya kumpul kembali untuk memikirkan masa depan Indonesia. Ini adalah sebuah proses kembali pada satu meja. Itulah meja pemimpin bangsa Indonesia," tuturnya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan