Antre Akhir

--

Oleh: Dahlan Iskan 

Anda sudah tahu: akhir cerita antrean masuk sidang Presiden Trump ini seperti apa. 

Setidaknya sudah merasa: sampai seri ketiga tulisan kemarin belum juga berisi jalannya sidang. 

PHP selalu ada di kehidupan. Salahnya yang mudah terkena harapan palsu. 

Ketika ada petugas yang meneriakkan "jangan ada yang meninggalkan antrean" mulailah senang. Rasa penat berkurang. Antre tidak akan lama lagi. 

Ternyata teriakan itu untuk yang antre di barisan kiri. Kami di barisan kanan. Awalnya barisan kiri itu tidak ada. Setelah dua jam barisan kanan mengular mulailah ada barisan kiri. 

"Mestinya saya di situ," kata saya dalam hati. Itulah antrean untuk wartawan. 

Tapi tidak. Sesama wartawan mereka punya keplek. Saya tidak. Keplek itu terlihat dikalungkan di leher. Lebar. Ada nama dan dari media mana. Untuk mendapatkannya tidak bisa mendadak. 

Kian lama barisan kiri itu kian panjang. Menyamai panjangnya antrean kanan. Media pun ternyata harus antre lebih satu jam. 

Selama antre saya lihat dua kali petugas memeriksa sekilas barisan kiri itu: apakah semua berkeplek. 

Tidak ada yang menyelundup. Tidak juga anak Pak Iskan. 

Ia memang tidak terlalu ingin meliput jalannya sidang. Ia ingin tahu sidangnya. Soal isi sidang media sudah melaporkannya dengan lengkap. Saya tidak akan mampu melakukan yang lebih baik --kecuali sejak awal mengikutinya. 

Bagi yang ingin mengetahui pokok-pokok sidangnya pun sudah ada bung Mirwan Mirza. Melaporkannya lebih cepat. Bung Mirwan tidak terikat deadline seperti saya. 

Bagi yang ingin tahu lebih lengkap berterima kasihlah pada bung Agus Suryonegoro III --sampai menulis sepanjang 99 paragraf. Saya sampai geleng kepala. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan