James Camino
--
Oleh: Dahlan Iskan
Menjelang mendarat di New York saya bertekad: saatnya hanya akan makan sedikit dan 'bersih' selama di Amerika. Sekalian menghemat. Tidak ada lagi kewajiban makan tiga kali sehari --melahap masakan istri yang memang enak dan selalu nambah.
Pagi saya bertekad hanya akan makan tomat dan oatmeal. Siang sandwich. Malam roti dan sayur brokoli.
Kualitas bahan makanan dan air di Amerika terjaga. Juga udaranya. Ini saatnya bersih-bersih pencernaan. Juga bersih-bersih paru-paru.
Istri saya sembuh dari asma ketika tiga bulan tinggal di Amerika --sambil jaga anak kala itu.
Lia Suntoso sudah menunggu di kedatangan. Bersama anaknya, Erick. Rupanya dia tidak ikuti saran saya: jangan ke bandara dulu.
"Kalau proses imigrasi sudah selesai akan saya WA," pesan saya begitu pesawat mendarat dari Haneda. Toh rumahnyi hanya sekitar 15 menit dari bandara JFK New York.
"Saya sudah di sini," kata Lia. Dia menyertakan foto diri di depan tanda kedatangan.
"Masih antre di pasporan. Panjang," jawab saya.
Saya pernah satu jam di antrean seperti ini di San Fransisco. Lebih 200 orang di depan saya. Kasihan kalau Lia harus lama menunggu. Ini sudah pukul 11 malam. Dan lagi parkir di New York bisa habis Rp 600.000 untuk lebih satu jam.
Saya pun menghitung antrean.
"Masih sekitar 40 orang di depan saya".
"Itu mah pendek. Cepat," jawabnyi.
Giliran saya pun tiba. Tidak sampai 5 menit di loket imigrasi. Tidak pakai periksa sidik jari dan jempol. Hanya satu pertanyaan: akan berapa lama tinggal di Amerika.