Dewan Geram Dana Ketahanan Pangan Desa Karang Tinggi Senilai Puluhan Juta Diduga Menguap

Hermansyah, Anggota DPRD Bengkulu Tengah--
RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Permasalahan program ketahanan pangan tahun anggaran 2024 di Desa Karang Tinggi, Kecamatan Karang Tinggi mendapat atensi khusus dari anggota DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah. Hermansyah yang akrab disapa E, menduga janggal program tersebut. Dimulai dari harga beli ia meragukan harga tersebut ideal untuk jenis dengan usia kambing di pasaran.
Kemudian E mempertanyakan juga kondisi kesehatan kambing saat dibeli, apakah tidak dicek terlebih dulu dengan melibatkan ahlinya. Sebab versi Pemdes melalui penjelasan Kades Zaipul Aripin sebelumnya, seluruh kambing yang berjumlah 30 ekor mengalami sakit saat dikelola oleh kelompok. Jika yang 20 ekor mati sia-sia, 10 ekor lagi diklaim dijual. Alasan penjualan pun lantaran dalam kondisi sakit.
BACA JUGA:Program Benteng Bersahabat, Peminjaman Mobil Fortuner untuk Pengantin Bergulir Usai Lebaran
Yang membikin E makin geram adalah program ketahanan pangan di desa diantaranya bertujuan menurunkan daerah rentan rawan pangan dan masyarakat yang tidak berkecukupan pangan dan gizi, meningkatkan konsumsi pangan masyarakat serta meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sedangkan dari kasus yang terjadi di Karang Tinggi, dengan jumlah dana yang digelontorkan puluhan juta rupiah jika diestimasikan harga kambing Rp2 juta/ekor dikalikan 30 ekor ditambah dengan sarprasnya, menurut E tidak ada manfaatnya sama sekali bagi masyarakat.
BACA JUGA:Tercium Aroma Dugaan Kejanggalan: BPD Ngaku Tak Dilibatkan, Ditanya Berita Acara Kades Terkesan
"Meningkatkan kedaulatan pangan masyarakat serta meningkatkan pendapatan masyarakat itu salah satu tujuan program ketahanan pangan di perdesaan. Kalau memang dari desa membeli kambing seharga Rp2 juta per ekornya setahu saya itu sudah jenis yang bagus, usia matang dan berkualitas. Sedangkan kalau yang dari saya baca keterangan kades, kambing yang dibeli usia 6 bulan, baru lepas dari induknya. Sekarang laporannya kambing-kambing itu mati semua, sebagian dijual, lalu apa manfaat yang didapat oleh masyarakat? bagaimana bentuk pertanggungjawabannya?," kritik E.
Terpisah, koordinator salah satu kelompok ternak kambing di desa, Yaumid D angkat bicara menyikapi permasalahan yang mencuat di media. Kata Yaumid kepada wartawan kemarin, Minggu 9 Maret 2025, komitmen di awal dalam menjalankan program penggemukan kambing adalah berbagi hasil. Komitmen lainnya bukan hanya kambing, dari desa juga menjanjikan memberi mesin giling rumput untuk pakan serta vaksin. Namun faktanya peralatan itu tidak diterima.
"Kalau yang dijanjikan oleh desa itu bagi hasil dari program penggemukan kambing. Yang dijanjikan juga vaksin dan mesin penggilingan pakan. Kalau yang di kelompok saya tidak menerima. Saya rasa juga tidak dengan kelompok lain. Untuk sekarang kambing-kambing di kelompok kami sudah mati semua," jelas Yaumid.
"Anggota kelompok yang aktif hingga saat ini 3 orang. Memang awalnya banyak yang mau jadi anggota, bahkan lebih dari 7 orang. Itu jelas orang-orangnya, ada semua. Tetapi setelah kambing tiba dengan ukuran yang dirasa kurang ideal untuk dipelihara dan digemukkan, anggota lain memilih mundur," tambah Yaumid.(one)