Ada bajigur, sego wiwit, sego megono, ketan lupis, pentil, cenil, cetil, sego jagung, jangan lombok ijo, walang goreng, geblek, slorot, wedang kembang tahu, sampai mendoan tampah –saking lebarnya.
Semua jenis makanan jtu tidak boleh dijual melebihi Rp 20.000. Itu peraturan yang dibuat Wahyu. Kalau memang bahannya mahal, porsinya yang dibuat kecil. "Sekalian satu orang bisa belanja di beberapa kios," ujar Wahyu. "Agar terjadi pemerataan," tambahnya.
Sebenarnya saya ingin sampai malam di halaman itu. Sekalian melihat panggung musiknya. Di depan Balairung UGM memang dibangun panggung yang sangat artistik. Terbuat dari serbabambu. Ciptaan jurusan arsitektur.
Salah satu yang akan tampil adalah penyanyi lagu jawa lokal yang ngetop di Jateng: Woro Widowati. Dari Magelang. Wajah Woro Widowati yang berjilbab itu pernah muncul di Billboard Times Square di New York, Amerika Serikat, Juli lalu. Itu bagian kampanye bertajuk Equal yang diadakan Spotify untuk mendukung artis-artis perempuan di seluruh dunia.
Saya ingin tahu seperti apa Woro tampil di panggung. Sayang, saya harus balik Prambanan malam itu.
Dari halaman balairung ini kita bisa melihat ''pemandangan'' baru di UGM. Belum sepenuhnya jadi tapi sudah kelihatan megahnya. Itulah Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM. Tidak tinggi tapi mencolok. Di sebelah kiri jalan masuk utama UGM –dilihat dari pintu masuk jalan utama.
Bangunan itu luasnya empat hektare. Modern. Langsung jadi pusat perhatian siapa pun yang akan masuk ke UGM.
Di banyak universitas besar dunia, jalan utama seperti itu ditata sangat anggun. Kanan-kiri jalan ditanam pohon-pohon besar yang sangat khas. Di jalur tengahnya, yang lebar, dibangun taman yang indah.
Tidak di UGM. Pohon di kanan-kirinya tidak diatur –jenis pohonnya maupun penataannya. Pun jalur tengahnya. Tidak ditata cantik. Tidak terlihat keanggunan UGM di jalan utama masuknya.
Apalagi setelah di sebelah kiri jalan utama itu segera terlihat GIK yang megah. Jalan masuk utama UGM pun akan kelihatan kurang terurusnya.
Hari itu dua kali saya ke UGM. Sore hari saya mengelilingi GIK yang hampir jadi. Malamnya ke Pasar Kangen. Tengah malam membayangkan seperti apa operasional GIK kelak.
GIK UGM adalah model pertama, tidak hanya di Indonesia. GIK akan tetap di bawah rektor tapi sangat otonom. Pengelolanya pun tidak dari birokrasi UGM. Sepenuhnya profesional dan swasta.
Salah satunya: Garin Nugroho. Anda sudah tahu siapa Garin.
Lokasi GIK dulunya Gelanggang Mahasiswa dan Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH). Setelah jadi GIK mahasiswa akan dapat bimbingan khusus. Di 38 bidang pelajaran –yang menyangkut inovasi dan kreativitas: segala macam seni, desain, software, kuliner, wirausaha, ...
Rasanya GIK tidak akan ada kalau Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UGM Prof Dr Pratikno tidak menjabat mensesneg. Dua periode. Anda sudah tahu: beliau adalah juga mantan rektor UGM dua periode pula.
Pasar Kangen dan GIK jangan dibanding-bandingkan. Bisa jalan dua-duanya. (*)