RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO – Generasi micin menjadi istilah bagi generasi kekinian yang gemar mengonsumsi makanan asin.
Dilansir disway.id, saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa Monosodium Glutamat (MSG) atau micin, dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan seperti pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan.
Padahal, Badan Pengawas Obat & Makanan (BPOM) menyatakan bahwa MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) kategori penguat rasa telah diizinkan penggunaannya di Indonesia dan diatur melalui PERMENKES No. 033 Tahun 2012.
Selain itu, lembaga skala internasional yang mengkaji resiko penggunaan BTP seperti JECFA (Joint Expert Committee on Food Additive) juga menyatakan bahwa penggunaan MSG termasuk dalam kategori ADI (acceptable daily intake) atau asupan harian yang dapat diterima) sebagai not specified, yang berarti penggunaannya tidak dibatasi atau boleh dikonsumsi secukupnya.
Lalu, apakah benar anggapan negatif soal MSG yang beredar di masyarakat? Untuk memberikan fakta dan informasi yang benar terkait MSG, Asosiasi Persatuan Pabrik Monosodium Glutamat & Asam Glutamat (P2MI), yang terdiri atas PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti,dan PT Daesang Ingredients Indonesia, telah mengadakan edukasi berbentuk talkshow dan cooking class interaktif yang dibawakan oleh ahli gizi klinik dr. Yohan Samudra, SpGK, AIFO-K & Chef Jordhi Aldyan.
Menurut dr. Yohan Samudra, MSG dengan penggunaan secukupnya sangat aman dikonsumsi, bahkan sebenarnya penggunaan MSG dalam makanan memiliki beberapa manfaat seperti membantu meningkatkan nafsu makan sehingga asupan gizi seimbang bisa lebih terpenuhi, selain itu juga sebagai strategi diet rendah garam.
“Kandungan MSG itu terdiri atas 78% glutamat, 12% natrium, dan 10% air, kadar natrium (garam) yang terdapat dalam MSG itu hanya 1/3 dari kadar natrium garam dapur biasa, sehingga pada masakan, yang diberi sedikit MSG, kita dapat mengurangi asupan natrium (garam), namun cita rasa makanan hasil masakan kita tetap terjaga kelezatannya,” ungkap dr. Yohan.
“Kelebihan asupan garam dapat berpotensi meningkatkan resiko hipertensi, Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular, termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke,” katanya.
Maka karena itu, penting bagi kita untuk selalu bisa mengontrol asupan garam harian.
Hal yang paling mudah yang bisa kita lakukan memang hanya mencegah, yaitu dengan mengurangi penggunaan garam dalam makanan harian yang kita konsumsi.
“Sebagai konsumen, kita juga perlu pintar dalam memilih makanan atau kudapan dalam kemasan yang terdapat hidden salt. Oleh karena itu, kita perlu menjadi konsumen yang cerdas dengan selalu mengecek label nutrition facts di balik kemasan,” lanjutnya.
Selain informasi edukatif dari ahli gizi klinik dr. Yohan Samudra, para peserta kali ini juga diajak untuk praktek memasak 2 menu harian (Capcay Seafood & Ayam Crispy Saus Padang) yang pastinya lezat dan juga rendah garam.
Sesi cooking class tersebut dipandu oleh seorang professional chef yang merupakan alumni Master Chef Season 6, Chef Jordhi Aldyan.
“Kami berharap, melalui acara MSG (Mbahas Seputar Gizi) hari ini, masyarakat dapat terinformasi mengenai fakta yang sebenarnya terkait MSG melalui pemberitaan dari rekan-rekan yang hadir. Selain itu, masyarakat dapat terpicu untuk bisa menerapkan gaya hidup sehat dengan mengontrol asupan gula, garam, lemak (GGL), sebagaimana yang dianjurkan juga oleh Kemenkes RI. Edukasi mengenai keamanan MSG kepada masyarakat juga turut digaungkan oleh para anggota kami di P2MI melalui berbagai aktivitas sehingga masyarakat tidak lagi merasa takut dalam menggunakan MSG”, ujar Satria Pinandita – Ketua Asosiasi Persatuan Pabrik Monosodium Glutamat & Asam Glutamat (P2MI) di akhir acara.