RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Stroke menempati peringkat kedua penyebab kematian di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyebab utama kecacatan, sehingga menimbulkan beban ekonomi yang signifikan.
Dilansir dari disway.id, Medical Managing Director Siloam Hospitals Group, dr. Grace F. Indradjaja, M.M mengatakan secara global, angka mortalitas tahunan akibat stroke adalah sekitar 5,5 juta.
Beban stroke tidak hanya terletak pada angka kematian yang tinggi, tetapi juga morbiditas yang tinggi yang mengakibatkan hingga 50 persen penyintas mengalami cacat kronis.
Isu peningkatan mortalitas dan morbilitas akibat penyakit stroke menjadi salah satu fokus pelayanan Siloam Hospital Group TB Simatupang dalam meningkatkan angka kesehatan di Indonesia.
"Kami dengan bangga memperkenalkan pencapaian Siloam Hospitals TB Simatupang sebagai ‘Stroke Ready Hospital’ sebagai bukti komitmen kami dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat. Dengan adanya layanan ini, kami berharap dapat memberikan dan mewujudkan harapan para pasien stroke dan keluarga, karena setiap detik itu berharga," ujarnya di Jakarta pada Kamis, 15 Agustus 2024.
Lebih lanjut, dr. Peter Gunawan Ng, SpN, FAf Neurologie (DE) menjelaskan, gejala aritmia tidak boleh dianggap remeh karena gangguan irama jantung dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi serius, seperti pembekuan darah di jantung dan emboli yang menyumbat pembuluh darah di otak yang memicu stroke.
Oleh karena itu istilah 'Time is Brain' memang dapat dapat dibuktikan dengan mengukur waktu.
"Sejak tahun 2013 kita selalu berupaya menyesuaikan regulasi penanganan pasien stroke, terutama untuk mengoptimalkan waktu penanganan," pungkasnya.
"Saat ini, dengan fasilitas dan keahlian seluruh tim ahli kami mampu mengurangi door to needle time dari 75 menit ke 37 menit. Artinya, Siloam Hospitals TB Simatupang dapat mengurangi 38 menit dari waktu penanganan stroke pada umumnya," lanjutnya.
Kemudian, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, Prof. Dr. dr. Yoga Yuniadi, SpJP (K), FIHA mengungkapkan bahwa penanganan stroke selama tahap akut, beberapa prosedur pembedahan dan pengobatan mungkin diperlukan dan unit perawatan stroke yang memadai terbukti mampu mengurangi risiko kematian dan kecacatan pada pasien.
Ia mengungkapkan, terapi trombolitik akan mengurangi kecacatan sedang hingga berat, sampai 30 persen.
Tindakan prosedur trombolitik dapat dilakukan setelah pasien melakukan pemeriksaan diagnostic, yaitu CT-Scan, dan dapat dilanjutkan therapi thrombolysis bila dinyatakan stroke dengan sumbatan.
Selain penanganan pada pasien stroke, para penyintas stroke mungkin memerlukan perawatan dengan obat-obatan seumur hidup, rehabilitasi, dan dukungan pengasuh untuk mencapai hasil kesehatan yang optimal.
Komponen penting dari perawatan jangka panjang pasien stroke adalah penanganan gejala sisa seperti kesulitan menelan, depresi, dan spastisitas.
"Setiap 30 menit, satu pasien stroke yang seharusnya bisa diselamatkan, meninggal dunia atau cacat permanen, karena dirawat di rumah sakit yang salah. Karena itu, penerapan konsep unit komprehensif pelayanan stroke terpadu di rumah sakit telah terbukti efektif menekan angka kematian dan menurunkan derajat kecacatan dan lama perawatan," pungkasnya.