Bibitnya dari Filipina. Sirup kalamansi kami antar ke Jakarta dan pihak kementerian tertarik. Kami launching dan akhirnya sampai saat ini menjadi salah satu oleh-oleh khas Kota Bengkulu.
Pengolahan waktu itu juga tidak mudah, harus beberapa kali uji coba hingga menemukan rasa yang sesuai dan memiliki cita rasa yang khas. Intinya tidak berhenti untuk mencoba,’’ kata Chandra.
Lanjut Chandra, pasca dilaunching, pemasaran sirup kalamansi semakin masif. Setiap harinya produksi sirup tiada henti untuk dijualkan.
Penjualan tidak hanya di wilayah Kota Bengkulu, namun luar Provinsi Bengkulu seperti Serang, Jakarta, Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya.
Omzet yang dihasilkan rata-rata penjualan 50 liter hingga 80 liter, dengan harga per liter dikisaran Rp 45 ribu hingga Rp 50 ribu.
BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/3130/3-jurus-lawan-dehidrasi-saat-puasa-ini-saran-ahli-gizi
Beberapa tahun kemudian, dirinya mendapatkan bantuan dari kementerian sebesar Rp 200 juta serta suntikan dana dari BRI senilai Rp 100 juta.
Tambahan modal ini membuat penjualan semakin berkembang. Berjalan waktu, tumbuh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) baru di Kota Bengkulu untuk memproduksi sirup. Dirinya menjadi salah satu tim yang memberikan pelatihan kepada UKM tersebut.
‘’Saya mulai mengikuti pelatihan-pelatihan di berbagai daerah. Salah satunya di Jakarta. Selain itu, saya juga diminta melatih UKM baru dalam memproduksi sirup tersebut. Pokoknya waktu itu perlahan usaha sirup makin berkembang. Produk saya dipasarkan di toko oleh-oleh dan ada juga yang diantarkan ke pelanggan tetap sampai saat ini,’’ jelas Chandra yang saat ini berdomisili di Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.
Istri Idap Sakit Kanker, Penjualan Sempat Merosot
Di tengah keberhasil dalam penjualan sirup saat itu, Chandra sempat dihadapkan dengan musibah yang menimpa istri tercinta.
Tepatnya pada tahun 2017, sang istri mengalami sakit kanker sehingga dirinya harus bolak-balik berangkat ke Jakarta untuk mengantarkan istrinya berobat.
Waktu yang dimakan untuk pengobatan membuat fokus produksi sirup menurun. Hal ini berdampak pada penjualan sirup yang merosot.
Meski demikian, Chandra tetap berjuang dan akhirnya pada pertengahan tahun 2019 istrinya telah sembuh. Penjualan secara perlahan mulai stabil dan meningkat.
‘’Produksi kami menurun karena saat itu saya harus fokus pengobatan istri saya. Ia sakit kanker dan harus menjalani pengobatan di Jakarta. Saya harus bolak-balik. Pelatihan-pelatihan tidak bisa saya ikuti. Tapi alhamdulillah, pertengahan tahun 2019 istri saya sembuh. Penjualan kembali stabil dan meningkat. Apalagi saat Covid, banyak warga yang membutuhkan vitamin C pada sirup kalamansi ini sendiri,’’ tutup Chandra.