KESEHATAN RBt - Rokok elektrik atau yang sering disebut dengan Vape banyak digandrungi kalangan anak muda. Dalihnya untuk mengurangi ketergantungan merokok menggunakan tembakau.
Dilansir dari oganilir.disway.id, remaja yang mulai kenal rokok biasanya mengawalinya dengan merokok elektrik atau Vape. asalah baru muncul ketika banyak orang non-perokok justru mulai menggunakan rokok elektrik ini.
Penggunaan rokok elektrik secara kronis umumnya dapat menyebabkan penyumbatan saluran napas kecil dan gejala mirip asma. Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti dari RS Umum Massachusetts yang berafiliasi dengan Harvard.
Studi pertama yang dipublikasikan New England Journal of Medicine Evidence mengevaluasi secara mikroskopis jaringan paru-paru pengguna vape untuk penyakit kronis, tim menemukan pada sampel kecil pasien fibrosis dan kerusakan saluran udara kecil. Kondisi ini mirip dengan kerusakan sistem pernapasan akibat paparan zat kimia berbahaya pada paru-paru.
"Keempat orang yang teliti mengalami cedera terlokalisasi pada anatomi yang sama di dalam paru-paru. Ini bermanifestasi sebagai fibrosis kecil yang berpusat dalam saluran napas dengan bronkiolitis konstriktif, yang dikaitkan dengan vaping setelah evaluasi klinis menyeluruh mengesampingkan kemungkinan penyebab lainnya," kata penulis utama yang juga profesor patologi di Harvard Medical School, Lida Hariri dikutip dari The Harvard Gazette, Jumat 29 Desember 2023.
Bronkiolitis konstriktif atau penyempitan saluran udara kecil akibat fibrosis di dalam dinding bronkiolus diamati pada setiap pasien. Selain itu, tiga dari empat pasien memiliki bukti emfisema ringan sesuai dengan riwayat merokok mereka sebelumnya, meskipun tim peneliti menyimpulkan bahwa hal ini berbeda dengan temuan bronkiolitis konstriktif yang terlihat pada kelompok pasien.
Empat pasien yang menjadi objek penelitian memiliki riwayat penggunaan rokok elektrik dan penyakit paru kronis selama tiga hingga delapan tahun. Semua pasien menjalani evaluasi klinis secara terperinci, termasuk tes fungsi paru, pencitraan dada, dan biopsi bedah paru.
"Kami juga mengamati bahwa ketika pasien berhenti vaping, kondisi mereka mengalami pembalikan sebagian selama satu hingga empat tahun, meskipun tidak sepenuhnya karena masih adanya jaringan parut di jaringan paru-paru," tambah Hariri.
Karena kerusakan paru-paru yang sama terjadi pada semua pasien dan perbaikan muncul sebagian setelah penggunaan vape dihentikan, peneliti menyimpulkan bahwa vaping adalah penyebab paling mungkin terjadi setelah evaluasi menyeluruh dan mengesampingkan penyebab lainnya.
"Penyelidikan kami menunjukkan bahwa kelainan patologis kronis dapat terjadi akibat paparan vaping. Dokter perlu mendapatkan informasi berdasarkan bukti ilmiah ketika memberi nasihat kepada pasien tentang potensi bahaya vaping jangka panjang. Penelitian ini semakin menambah banyak bukti toksikologi bahwa paparan vaping dapat membahayakan paru-paru," ujar penulis senior David Christiani, profesor kedokteran di Harvard Medical School menambahkan.
Sebuah tanda harapan dari penelitian ini adalah bahwa tiga dari empat pasien menunjukkan perbaikan dalam tes fungsi paru-paru dan pencitraan dada resolusi tinggi (HRCT) setelah mereka berhenti vaping.(**)