Emas Ton
Katakanlah yang punya tagihan ke Antam 40 orang/perusahaan. Pengadilan akan melakukan voting. Berapa di antara mereka yang setuju. Berapa pula yang menolak. Kalau yang setuju kurang dari 75 persen, Antam dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Setelah dinyatakan pailit Antam menjadi perusahaan di bawah manajemen kurator. Yang menunjuk kurator adalah yang mengajukan PKPU: Budi Said. Direksi dan komisaris otomatis berhenti bertugas. Yang menjalankan perusahaan adalah kurator.
Tugas kurator hanya satu: melelang perusahaan. Mencari pembeli. Antam harus dijual. Dengan harga paling murah sekali pun. Hasil penjualan untuk membayar utang.
Kalau saja 75 persen dari mereka menerima usulan perdamaian dari Antam, perusahaan tidak pailit. Karena itu Antam harus mengajukan usulan perdamaian semenarik mungkin: berapa besar cicilan pembayarannya dan berapa lama. Kian besar cicilan kian menarik bagi penagih utang. Kian pendek jangka pembayaran kian menarik pula.
Utang yang harus dibayar Antam ke Budi Said saja Rp 1,2 triliun. Atau sekitar itu.
Utang itu timbul dari transaksi pembelian emas Antam 6 ton di atas: 2018. Budi merasa sudah membayar emas 6 ton itu. Nilainya sesuai dengan harga khusus yang ditawarkan. Bukti pembayaran lengkap. Langsung ke rekening perusahaan Antam. Tapi emas yang diterima Budi tidak 6 ton. Kurang 1,1 ton.
Selisih nilai itulah yang terus ditagih Budi. Tidak mudah. Tagih terus. Gagal.
Budi akhirnya menggugat Antam ke pengadilan. Jadilah perkara perdata. Budi menang. Pengadilan memutuskan Antam masih punya utang ke Budi. Antam harus membayar utang tersebut.
Antam naik banding ke pengadilan tinggi. Budi tetap menang. Antam pun kasasi ke Mahkamah Agung. Budi lagi yang menang.
Upaya terakhir dilakukan Antam: mengajukan PK ke Mahkamah Agung. PK itu ditolak. Berarti Budi punya pegangan hukum yang amat kuat. Ia tinggal melakukan permohonan eksekusi: agar putusan pengadilan itu dilaksanakan oleh Antam.
Budi sudah mengajukan permohonan itu. Tapi Antam tetap tidak mau membayar.
Mahkamah Agung pun melayangkan surat peringatan pada Antam. Tidak juga ditaati.
Maka Senin lalu Budi mengajukan PKPU.
Dalam kasus Garuda, BUMN pun tunduk pada putusan pengadilan niaga. Entah Antam kali ini.
Antam kelihatannya memainkan jurus hukum yang lain. Antam beranggapan yang salah bukanlah perusahaan. Yang salah adalah oknum individual dalam proses transaksi emas 6 ton itu.