WWF 2024 Jadi Momentum Menjelaskan Subak ke Dunia Internasional
--
BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/4428/harga-emas-tembus-rekor-tertinggi-saatnya-jual-atau-beli
Dalam konteks Bali, Tri Hita Karana sebagai konsep spiritual, kearifan lokal, dan sekaligus falsafah hidup masyarakat Hindu Bali bertujuan menciptakan keselarasan hidup manusia, alam, dan Tuhan.
Beranjak dari falsafah itu, semua aspek kehidupan masyarakat yang mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan diatur, dilestarikan, dikembangkan oleh masyarakat Bali, termasuk dalam mengelola air (subak), penggunaan rempah dalam setiap sendi kehidupan Masyarakat Bali yang kaya akan aroma rempah, dan kebudayaan.
Pameran yang menghadirkan narasi jalur rempah membuktikan bahwa jalur rempah bukan semata jalur perdagangan, tapi juga jalur interaksi budaya dan religi yang mempertemukan bangsa-bangsa. Ada khazanah pengetahuan yang luar biasa di dalamnya, yang bisa menjadi inspirasi bagi kita hari ini.
“Dengan pameran ini kita bisa melihat betapa pentingnya kebudayaan dalam sistem global kita sejak lama,” kata Erwien.
Lebih lanjut dikatakan Subak yang telah berlangsung ribuan abad lalu, mampu bertahan keberlanjutannya hingga sekarang. Isu pengelolaan air berbasis warisan budaya, hendaknya menjadi perhatian kebijakan pengelolaan air dalam konteks global.
"Oleh sebab itu, WWF 2024 di Bali ini adalah momentum yang tepat sekaligus menjelaskan subak lebih luas kepada komunitas internasional yang telah tercatat sebagai Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2012,” jelas ahli Subak, Yunus Arbi.(**)