Padahal, kata Dokter Tirta tidak demikian. Menurutnya tujuan mi instan diproduksi untuk menjadi sumber energi pengganti.
Dalam kondisi tertentu mi instan dapat menolong seseorang dari rasa kelaparan di tengah kondisi tertentu.
Contoh saja, mahasiswa yang jauh dari keluarga atau menetap di kos-kosan, menjadi mi instan sebagai makanan cadangan.
"Nah, yang jadi masalah adalah kita tuh memandang makanan tuh berbahaya kayak racun," tegasnya.
Sebaliknya Dokter Tirta mengklaim menemukan sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa mi instan bernilai gizi jika dicampur dengan sayur-sayuran, telur atau daging.
"Mi instan ini tujuannya digunakan untuk survival (bertahan hidup). Ternyata dari penelitian jika mi instan dimakan menggunakan sayur, telur, daging... ya ada gizinya lah," tegasnya.
Selain itu, dengan mi instan ditambah memakai sayuran hingga daging sebagai sumber protein, dapat mengurangi efek dari pengawet.
"Itu maksudku. Jadi mi instan jika dicampur menggunakan sayur dan menggunakan daging atau telur rebus dua, itu mengurangi efek dari pengawetnya," bebernya.
Ia menuntaskan, "Yang jadi masalah, dia (mi instan) bukan berbahaya tapi nggak ada gizinya kalau mi instan tok."
Jadi nggak benar, ya, bahaya makan mi instan karena mengandung lilin. (**)