RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO – Kepala Grup Riset Pengelolaan Udara dan Limbah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Puji Lestari mengatakan teknologi co-prosessing pada industri semen dapat mengurangi konsumsi sumber daya alam (SDA). Menurut dia, co-processing limbah pada kiln semen dapat mengurangi konsumsi sumber daya alam (batu bara dan bahan alami lainnya).
“Juga mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dalam rangka program dekarbonisasi di Indonesia,” ujar Puji dalam keterangannya, Minggu (4/8).
Puji sendiri mengikuti rangkaian Exchange Programme on Waste Heat Recovery di Jakarta, pada Senin (29/7) lalu. Acara itu merupakan prakarsa dari United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), yang bertujuan untuk mendorong kolaborasi dalam implementasi waste heat recovery antara Indonesia dan Tiongkok.
Dia menuturkan bahwa co-processing di kiln semen merupakan alternatif pengelolaan sampah dan limbah dengan dampak minimum terhadap polusi udara, karena proses suhu tinggi di kiln semen dapat mengurangi pembuangan dan pembakaran terbuka.
BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/6150/tes-pppk-bikin-galau-honorer-menuntut-afirmasi-usia-masa-kerja
Hal itu penting mengingat Indonesia termasuk salah satu negara yang menghasilkan sampah dan limbah dalam jumlah sangat besar dan berpotensi menyebabkan polusi udara yang tinggi.
”Perlu diingat bahwa setiap jenis pengelolaan limbah juga dapat berkontribusi terhadap polusi udara dan emisi gas rumah kaca,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanatkan industri harus mengutamakan efisiensi dan efektivitas dalam proses produksinya dan menggunakan sumber daya secara berkelanjutan.
Sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
“Pemerintah juga sudah membuat sejumlah inisiatif untuk industri hijau diantaranya peta jalan dekarbonisasi industri, e-mobilitas, standardisasi dan penghargaan industri hijau, penguatan kebijakan energi baru dan terbarukan, sertifikasi industri hijau,” jelas Andi.
Lalu, pengembangan produk hijau dan penerapan teknologi hijau, hingga restrukturisasi peralatan atau teknologi industri rendah karbon dan hemat energi. Selain itu, Pemerintah juga juga memiliki sejumlah program pengurangan emisi gas rumah kaca.
Industri semen termasuk menjadi salah satu sub sektor industri prioritas dalam peta jalan dekarbonisasi dan peta jalan perdagangan karbon yang saat ini dikembangkan Kementerian Perindustrian.
Industrial Development Officer Montreal Protocol Unit Dr. Yunrui Zhou menuturkan melalui proyek UNIDO “South-South and Triangular Industrial Cooperation (SSTIC)” industri semen di Indonesia dan Tiongkok akan berbagi pengalaman mengenai implementasi teknologi co-processing, peluang menuju transfer teknologi.
“Diskusi mengenai berbagai aspek co-processing, termasuk kebijakan nasional dan internasional, inovasi teknologi, penghematan energi perlindungan lingkungan, pengelolaan limbah, dan ekonomi sirkular,” tutur Yunrui.(**)