Gunakan Hidrogen dan Amonia, PLTU Jawa 9 & 10 Layak Ditiru

Senin 29 Jul 2024 - 09:48 WIB
Editor : Leonardo Ferdian

RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 9 dan 10 di kawasan Suralaya, Banten akan menggunakan hydrogen hijau dan ammonia hijau dalam proses produksinya. Senior Analis Institute for Essential Services Reform (IESR) Farid Wijaya berharap PLTU lain dapat meniru inisiatif ini.

“Tentunya bisa jika sudah berhasil di PLTU tertentu dan dengan mempertimbangkan aspek keteknisan yang sesuai, adopsi hidrogen dan amoniak bisa dilakukan di PLTU lainnya,” kata Farid di Jakarta, Jumat (26/7).

Farid di sisi lain tetap menekankan pentingnya penyiapan media penyimpanan hidrogen yang aman, dapat diandalkan, dan murah secara operasional. Untuk diketahui, PLTU Jawa 9 dan 10 menjadi pembangkit listrik pertama di Indonesia yang akan menggunakan amonia dan hidrogen hijau, mendampingi batu bara.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/6001/melantik-dpd-perikhsa-jatim-bali-bamsoet-siap-bela-negara-dalam-keadaan-darurat

Langkah ini selaras dengan peta jalan transisi energi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, yang terfokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam situs resminya menjelaskan, hidrogen dan amonia tidak hanya akan digunakan sebagai energi baru, namun juga sebagai penyimpanan dan pembawa energi untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan, dan menghubungkan antara sumber energi dengan permintaan.

Farid juga menuturkan hidrogen dan amonia memiliki peran penting dan diproyeksikan akan mengganti peran penting dari bahan bakar fosil sebagai komoditas energi maupun komoditas kimia bahan baku industri.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/6000/menteri-trenggono-diperiksa-kpk-soal-aliran-uang-dugaan-korupsi-kasusnya

Peranan hidrogen, lanjut Farid, sangat besar. Belakangan ini banyak negara berlomba-lomba menempatkan posisinya sebagai teknologi hub, produsen maupun konsumen.

“Hidrogen yang menjadi proyeksi masa depan itu adalah hidrogen rendah jejak emisi karbon, khususnya hidrogen hijau yang berasal dari elektrolisis air dan listrik energi terbarukan,” ucapnya.

Dia mengungkapkan Indonesia saat ini memiliki kebutuhan sekitar 1,8 juta ton per tahun hidrogen yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, atau dikenal dengan hidrogen abu-abu dengan emisi karbon tinggi.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/5978/pertamina-call-center-135-raih-12-penghargaan-di-world-asia-pacific-awards-2024

Dia menambahkan hidrogen hijau dan amonia hijau dikategorikan sebagai jenis hidrogen dan amonia yang dihasilkan dari proses elektrolisa air dengan listrik energi terbarukan. Idealnya, memiliki emisi jejak karbon yang paling rendah.

“Menguntungkan tidaknya perlu dikaji lebih jauh. Namun selama proses dilakukan dengan pendekatan yang baik dan benar, maka keuntungan negara bisa dimaksimalkan dengan turut meminimalkan potensi kerugian yang mungkin terjadi,” kata Farid.

Pada kesempatan terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan pemerintah bisa mengajak universitas untuk mengembangkan co-firing, sehingga pada saatnya bisa 100% menggunakan amonia.

Tags :
Kategori :

Terkait