Dokter Ibu

Sabtu 22 Jun 2024 - 00:12 WIB

Oleh: Dahlan Iskan 

Ini di kehidupan nyata: ada dokter bertekad tidak mau kawin. Ia ingin fokus merawat ibunya. Ia khawatir: kalau kawin tidak bisa fokus merawat sang ibu. Apalagi kalau istrinya ternyata tidak sayang mertua. 

Ia bukan tidak mau kawin seumur hidupnya. Suatu saat ia akan kawin --setelah ibunya meninggal dunia. 

Ia seorang dokter. Namanya satu kata: Deny. Ia lulusan terbaik tapi setelah lebih 15 tahun masih tetap jadi dokter umum.  

Begitu banyak tawaran untuk jadi spesialis. Termasuk di luar negeri. Deny tidak mau meninggalkan mamanya.  

Di mata Deny, sang mama luar biasa. Saat Deny umur empat tahun ayahnya meninggal. Deny masih punya adik. Juga punya tiga kakak. Sang ibu sendirian membesarkan lima anak yang masih kecil. 

Deny ingat perjuangan mamanya itu: jualan kue. Di kota kelahirannya: Bengkulu. Kue apa saja. Termasuk keripik biji durian. 

Rumahnya di Bengkulu bertetangga dengan pengusaha yang jualan lempok: daging durian yang diolah jadi lauk-pauk. Biji duriannya dibuang. 

Mama Deny memanfaatkan biji durian itu. Diparut. Dijadikan keripik. Dany kecil pun ikut memarut. Kadang sampai luka. Lalu ikut keliling menjual keripiknya. 

Deny selalu jadi juara kelas. Sejak SD sampai SMA. Lalu ingin kuliah teknik mesin.  

Agar bisa diterima di teknik mesin, ia menjadikan teknik sebagai pilihan kedua. Pilihan pertamanya kedokteran. 

"Saya menyangka akan diterima di pilihan kedua. Kan jarang pilihan pertama bisa didapat," ujarnya. 

Ternyata Deny justru diterima di pilihan pertama. Jadilah ia kuliah di kedokteran Universitas Andalas Padang. "Di sana ada keluarga. Bisa tinggal di keluarga dan makan gratis," ujar Deny. 

Ia lulus Desember 2006, wisuda 2007. Deny menjadi wisudawan terbaik. Ia tidak menyangka Universitas Andalas begitu obyektif. 

"Saya kan double minoritas. Saya Tionghoa. Saya Kristen," ujar Deny. 

Tags :
Kategori :

Terkait