Gaji Honorer Tidak Seberapa, Mau Dipotong Tapera, Kebijakan Aneh

Jumat 07 Jun 2024 - 11:01 WIB
Editor : Leonardo Ferdian

RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Rencana pemerintah menghimpun dana melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 mendapat sambutan negatif kalangan honorer. Kebijakan rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) tesebut dinilai aneh karena tidak melihat kemampuan fiskal honorer.

"Tapera ini kebijakan aneh, karena semua dipukul rata. Bukan hanya PPPK dan PNS saja, honorer, pekerja swasta, dan pekerja mandiri jadi target pemerintah," kata Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G) Satriwan Salim yang dihubungi JPNN.com, Kamis (6/6). 

Dia mengungkapkan para guru sangat cemas dengan rencana tersebut. Reaksi terutama datang dari guru-guru swasta dan honorer atau non aparatur sipil negara (non-ASN) karena masuk target Tapera'.

"Mereka keberatan karena terjadi pemotongan gaji, " ujarnya.

Satriwan menyebutkan para guru mencemaskan apakah dana Tapera ini bisa dicairkan atau tidak. Sebab, belum jelas apa ada yang sudah terbukti bisa mendapatkan rumah setelah menabung di Tapera. Belum pernah diketahui ada presedennya atau bukti nyata.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/4733/pakar-intelijen-sebut-pramuka-pemersatu-bangsa-jangan-sampai-dibubarkan

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/4734/pakar-hukum-kritisi-kewenangan-kejagung-tangani-perkara

Dia.menegaskan kondisi kesejahteraan guru saja masih belum stabil, bahkan bisa dikatakan minimalis, dengan gaji yang termasuk paling rendah dibanding profesi lain. Survei.kesejahteraan guru yang dilakukan IDEAS tahun 2024 menunjukan bahwa 42,4% guru gaji perbulannya di bawah Rp 2 juta.

Dari survei yang sama ditemukan 74,3% penghasilan guru honorer atau kontrak yaitu di bawah 2 juta rupiah. Sementara itu gaji guru yang berkisar antara Rp 2-3 juta sebesar 12,3%;.Rp 3-4 juta sebanyak 7,6%; Rp 4-5 juta sebanyak 4,2% dan di atas Rp 5 juta hanya 0,8%.

UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Pasal 7 huruf (1) menyebut Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi peserta.

"Nah, jika guru tersebut berada di wilayah provinsi dengan Upah Minimum Rp 2 juta, seperti Jawa Tengah dan DIY, mereka dianggap layak ikut Tapera. Padahal, dengan gaji sekecil itu mereka masih harus dipotong Tapera dan banyak potongan lainnya," ungkap Satriwan.

Lebih lanjut dikatakan, alasan lain para guru khawatir dan menolak adalah takut nasib Tapera akan seperti asuransi Asabri dan Jiwasyara yang dikorupsi besar-besaran. Korupsi Asabri telah merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun. Begitu pula Jiwasraya, BUMN yang mengelola dana pensiun dan asuransi juga melakukan korupsi dengan kerugian negara Rp 16,8 triliun.

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/4767/literasi-digital-jadi-pendorong-tni-capai-visi-misi-prima

BACA JUGA : https://rakyatbenteng.bacakoran.co/read/4766/dewas-memeriksa-pelanggaran-etik-lalu-pimpinan-kpk-berkomentar-negatif

"Bagaimana kalau Tapera berakhir naas seperti Asabri dan Jiwasyara? Guru itu kelompok marjinal dan lemah, tidak punya kekuatan melawan atau menggugat. Peluang mengadu dan memprotes juga sangat kecil," kata Iman Zanatul Haeri, Kabid Advokasi P2G.

Tags :
Kategori :

Terkait