Lapar.
Ada kota kecil jauh di depan sana: Bowie. Ada di peta. Meski harus sedikit ke luar jalur, kami ke kota itu. Pukul 13.00. Panas-panasnya gurun.
Tertulis di Google: ada satu coffee shop. Ikuti saja garis biru di layar. Kami sudah tidak berharap ada variasi makanan pilihan. Apa saja. Sekadar isi perut.
Ternyata tidak ada apa-apa di kota Bowie. Kota ini rasanya salah letak. Aneh. Kenapa juga ada orang punya rumah di sini.
Kami pun keliling kota mencari si kafe. Google mengatakan: kami sudah sampai. Tujuan Anda di kiri jalan. Tidak ada kafe. Yang ada rumah biasa. Tertutup. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi bekas kafe.
Dalam dua menit kami sudah keliling ke seluruh kota. Tidak ada toko apalagi kafe. Kota ini kira-kira hanya seluas satu RW.
Tidak ada rumah bagus. Pun setengah bagus. Tidak ada orang di jalan. Tidak ada pintu rumah terbuka. Sepi. Mati.
Apa boleh buat: sekalian saja nanti makan malam di El Paso.
Embargo dan boikot selalu tidak berhasil untuk jangka panjang.
Embargo minyak dari Arab hanya berhasil membuat Presiden Jimmy Carter tidak terpilih kembali --akibat krisis energi. Padahal banyak literatur mengatakan Carter adala presiden Amerika paling cerdas.
Setelah krisis energi itu Amerika seperti banteng terluka: lalu mandiri di bidang minyak dan gas.
Amerika tidak tergantung lagi minyak Arab. Mengulangi sejarah. Eropa tidak tergantung lagi ada Turkiye setelah daratan itu diblokade di masa nan dulu.(Dahlan Iskan)