Oleh karena itu, pernyataan Imam al-Ghazâlî ini penting digarisbawahi:
فهذه المقاييس والنصوص تدل على إباحة الغناء والرقص والضرب بالدف واللعب بالدرق والحراب والنظر إلى رقص الحبسة والزنوج في أوقات السرور كلها قياسا على يوم العيد فإنه وقت سرور، وفي معناه يوم العرس والوليمة والعقيقة والختان ويوم القدوم من السفر وسائر أسباب الفرح وهو كل ما يجوز به الفرح شرعا، ويجوز الفرح بزيارة الإخوان ولقائهم واجتماعهم في موضع واحد على طعام أو كلام.
Artinya, “Berdasarkan dalil qiyas dan dalil nash menunjukkan diperbolehkan nyanyian, menggerakkan tubuh atau koreografi (dengan catatan tidak memicu atau menimbulkan syahwat), menabuh terbang, mainan perang-perangan, melihat gerakan tubuh orang habasyah (kulit hitam), di waktu bahagia yaitu hari raya, pernikahan, walimah, aqiqah, khitan, kedatangan tamu dan bentuk kebahagiaan yang lain. Yaitu hal yang diperbolehkan dalam syariat maka boleh untuk bersenang-senang, mengunjungi saudara, bertemu dengan kawan, berkumpul dalam satu tempat untuk makan-makan atau berdiskusi.” (Al-Ghazali: II/276). Al-Jazîrî (w. 1360 H/1941 M), ulama Mesir, mengupas masalah ini
: حكم الغناء. مقدمة: ومما يتعلق بالوليمة الغناء - بكسر الغين والمد - والسماع. فهل تسقط إجابة الدعوى إلى الوليمة إذا كانت مشتملة على غناء ولعب مما جرت به عادة الناس؟ والجواب أن الإجابة لا تسقط إلا إذا كان الغناء أو اللعب غير مباح شرعاً، أما اللعب الخفيف والغناء المباح فإنهما لا يسقطان الإجابة وذلك لأن أغراض الشريعة السمحة ومقاصدها في تشريعها تنحصر في تهذيب الأخلاق وتطهير النفوس من أدران الشهوات الفاسدة وأوزارها، فأي عمل من الأعمال يترتب عليه اقتراف منكر فهو حرام مهما كان في ذاته حسناً، فالتغني من حيث كونه ترديد الصوت بالألحان مباح لا شيء فيه، ولكن قد يعرض له ما يجعله حراماً أو مكروهاً ومثله اللعب، فيمتنع الغناء إذا ترتب عليه فتنة بامرأة لا تحل أو بغلام أمرد، كما يمتنع إذا ترتب عليه تهيج لشرب الخمر أو تضييع للوقت وانصراف عن أداء الواجبات، أما إذا لم يترتب عليه شيء من ذلك فإنه يكون مباحاً فلا يحل التغني بالألفاظ التي تشتمل على وصف امرأة معينة باقية على قيد الحياة، لأن ذلك يهيج الشهوة إليها ويبعث على الافتنان بها، فإن كانت قد ماتت فإن وصفها لا يضر لليأس من لقائها ومثلها في ذلك الغلام الأمرد. ولا يحل التغني بالألفاظ الدالة على وصف الخمرة المرغبة فيها لأن ذلك يهيج إلى شرابها وحضور مجالسها، وذلك جريمة في نظر الشريعة. ولا يحل التغني بالألفاظ الدالة على هجاء الناس مسلمين كانوا أو ذميين، لأن ذلك محرم في نظر الدين فلا يحل التغني به ولا سماعه أما التغني بالألفاظ المشتملة على الحكم والمواعظ، والمشتملة على وصف الأزهار والرياحين والخضر والألوان والماء ونحو ذلك، أو المشتملة على وصف جمال إنسان غير معين إذا لم يترتب عليه فتنة محرمة فإنه مباح لا ضرر فيه
Artinya, “Hukum Bernyanyi. Pengantar: Dan di antara hukum yang berkaitan dengan walimah (pesta) adalah bernyanyi, dan mendengarkan nyanyian (lagu). Apakah keharusan menghadiri undangan walimah itu menjadi gugur, ketika walimah tersebut memuat nyanyian dan permainan sebagaimana yang biasanya berlaku di masyarakat?
Jawab: Bahwa keharusan menghadiri undangan tersebut tidaklah gugur, kecuali bila nyanyian ataupun permainan itu tidak diperbolehkan dalam syara’; adapun permainan ringan dan nyanyian yang mubah, maka keduanya tidaklah menggugurkan keharusan menghadiri acara tersebut.
Hal tersebut karena sasaran Syariat yang luhur dan tujuan-tujuannya dalam penetapan aturan terfokus dalam mendidik akhlak dan mensucikan hati dari kotoran-kotoran syahwat yang rusak dan dosa-dosanya, oleh karena itu, setiap perbuatan yang menimbulkan perbuatan mungkar maka haram, meskipun pada zat (substansi)nya baik.
Maka bernyanyi dari segi kelenturan (keindahan) suara maka hukumnya mubah (boleh) tidak terlarang, akan tetapi terkadang ditampilkan padanya (dalam nyanyian) sesuatu yang menjadikannya haram atau makruh, dan semacam nyanyian adalah permainan, maka bernyanyi menjadi terlarang bila menimbulkan fitnah terhadap seorang perempuan yang tidak halal (bukan mahram) atau remaja yang tampan (amrad), sebagaimana bernyanyi menjadi dilarang ketika menimbulkan dorongan untuk minum khamer atau menyia-nyiakan waktu dan berpaling dari mengerjakan kewajiban.
Adapun jika bernyanyi dan permainan itu tidak menimbulkan sesuatu yang dilarang tersebut maka hukumnya mubah (boleh). Maka tidaklah halal (haram) bernyanyi dengan lirik-lirik yang memuat ungkapan mengenai sifat seorang perempuan spesifik yang --tetap dibatasi-- masih hidup, karena hal itu mendorong timbulnya syahwat kepadanya dan memicu fitnah terhadapnya.
Akan tetapi jika perempuan itu sudah meninggal dunia, maka menyebutnya tidaklah membahayakan, karena tidak bisa lagi berjumpa dengannya, dan semacamnya dalam hal tidak halal tersebut adalah seorang anak remaja yang tampan (amrad).
Tidak halal (haram) bernyanyi dengan lirik-lirik yang menunjukkan pada identitas khamer yang digandrungi, karena hal itu memicu untuk meminumnya dan mendatangi tempat-tempat khamer, dan hal itu merupakan kejahatan atau tindak pidana (jarîmah) dalam perspektif Syariat.
Juga tidak halal (haram) bernyanyi dengan lirik-lirik yang menunjukkan cacian terhadap manusia baik kaum Muslim maupun dzimmi (non muslim), karena hal itu diharamkan dalam kacamata agama, sehingga tidaklah halal bernyanyi dengan lirik-lirik tersebut, juga tidak halal mendengarkannya.
Adapun bernyanyi dengan lirik-lirik yang mengandung hikmah (pelajaran berharga) dan petuah-petuah, dan yang memuat ekspresi tentang bunga-bunga, mewangian, kesuburan, warna-warni, air dan semacamnya, atau yang memuat ekspresi tentang keindahan seorang manusia tanpa (menyebutkan identitas) eksplisit bila tidak menimbulkan fitnah yang diharamkan, maka hukumnya mubah (boleh) tidak ada bahaya di dalamnya.” (al-Jazîrî, al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba‘ah, [Dâr al-Bayân al-‘Arabî, 2005], juz II, halaman, 35-36).