RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Partisipasi etnik Tionghoa dalam bisnis dan ekonomi Indonesia telah berlangsung sejak lama.
Tidak hanya perantara bisnis pada era penjajahan, tetapi sebagai pengusaha nasional yang bekerja sama dengan berbagai investor mancanegara dalam membangun kembali Indonesia pada periode awal pemerintahan Orde Baru (Orba).
Akan tetapi, pergulatan etnik Tionghoa demi menjadi bagian utuh bangsa Indonesia juga berlangsung dalam ranah pribadi, salah satunya dalam hal keagamaan.
Hal itu diungkap sejarahwan Pusat Penelitian Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Saiful Hakam, dalam diskusi bertajuk “Tionghoa dan Dakwah Islam di Indonesia: Masa Lalu dan Kekinian,” yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Jumay (20/4).
"Keputusan sebagian masyarakat Tionghoa memeluk Islam merupakan salah satu dari sekian banyak contoh," kata Saiful Hakam.
Dia mengatakan, proses pergulatan orang Tionghoa menjadi Indonesia telah berlangsung sejak masa lampau, termasuk di sepanjang pemerintahan orba. Ketika itu negara memberlakukan pembatasan terhadap perayaan identitas dan budaya Tionghoa.
Namun, proses pergulatan itu tetap berlangsung pada masa kini, masa di mana masyarakat etnik Tionghoa memperoleh kebebasan mengekspresikan identitas dan budaya mereka, seiring dengan makin menguatnya atmosfir demokrasi di negeri ini.
Bagi tokoh Tionghoa yang hidup antara periode awal kemerdekaan Indonesia hingga sekitar tahun 1970-an, menjadi muslim dianggap sebagai jawaban bagi pertanyaan mengenai bagaimana menjadi bangsa Indonesia secara utuh.
Dalam pandangan alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) itu, terdapat perbedaan yang kontras antara situasi pada masa lalu dengan sekarang.
"Pada masa kini, Tionghoa dapat menjadi Muslim walau tetap mempertahankan budaya dan identitas Tionghoa-nya,” ungkap dosen tidak tetap Program Studi Mandarin dan Kebudayaan Tiongkok Universitas Al Azhar Indonesia (UAI).
Kehadiran masyarakat yang tetap mempertahankan ketionghoaan ini dapat ditemui di berbagai komunitas, seperti Tionghoa Muslim di Masjid Lautze, Jakarta. Ketua FSI Johanes Herlijanto menambahkan, peran yang dimainkan oleh para pendakwah muslim Tionghoa di Masjid Lautze hanya sebuah contoh kecil.
Menurutnya, sebuah potret yang lebih lengkap pernah diperkenalkan oleh Hew Wai Weng, seorang pakar Tionghoa negeri jiran, Malaysia.
Dalam buku berjudul Chinese Ways of Being Muslims: Negotiating Ethnicity and Religiosity in Indonesia, Hew memaparkan peran muslim Tionghoa menyebarkan agama Islam sambil secara bersamaan berupaya membangun citra positif etnik Tionghoa.