Pernyataan Sjafrie Sjamsoeddin soal DPN Bisa Mengurusi Hutan dan Sawit Menuai Kritik

Jumat 07 Feb 2025 - 21:12 WIB
Editor : Leonardo Ferdian

RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin soal Dewan Pertahanan Nasional (DPN) dapat mengurusi persoalan sawit dan masalah nasional. 

"Pernyataan menteri pertahanan keliru dan kental dwifungsi ABRI," ujar Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil, dikutip dari siaran pers, Jumat (7/2/2025). 

Sebelumnya saat rapat bersama dengan Komisi I DPR RI pada 4 Februari 2025, Sjafrie Sjamsoeddin yang juga ketua DPN menyatakan bahwa DPN dapat mengambil peran dalam urusan penertiban kawasan hutan, khususnya pelanggaran hukum oleh pengusaha kelapa sawit.

Sjafrie menyatakan bahwa DPN akan bertugas mengobservasi seluruh permasalahan nasional di Indonesia. 

Koalisi memandang pernyataan Sjafrie tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga merusak sistem penegakan hukum nasional dan supremasi sipil dalam sistem demokrasi di Indonesia. 

"Pernyataan ini mengindikasikan kembalinya praktik militerisme dan otoritarianisme ala Orde Baru yang terbukti mewariskan berbagai pelanggaran HAM," tutur Dimas.

Menurut koalisi, pernyataan bahwa DPN akan mengambil peran dalam penertiban kawasan hutan, sawit, dan seluruh permasalahan nasional lainnya tidak sesuai dengan amanat Pasal 15 UU Pertahanan. 

Dalam UU Pertahanan secara eksplisit ditujukan untuk mengurus kebijakan pertahanan negara, bukan terlibat urusan sipil non-pertahanan.

"Upaya menarik DPN ke dalam ranah non-pertahanan, termasuk juga dalam pengelolaan ekonomi, adalah bentuk penyimpangan yang bertentangan dengan asas-asas pemerintahan yang baik," ujarnya.

Dimas menyebut pembentukan DPN harus benar-benar ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka menghadapi kemungkinan ancaman eksternal seperti perang, bukan untuk terlibat dalam urusan non-pertahanan di dalam negeri. 

Koalisi memandang bahwa keterlibatan DPN dalam urusan non-pertahanan hanya akan menghidupkan dwifungsi TNI (dulu ABRI) seperti masa Orde Baru yang mewariskan kasus pelanggaran berat HAM yang tak tuntas hingga kini.

"Kami juga menilai, masalah DPN ini diawali dari pembentukan Peraturan Presiden No. 202 tahun 2024 tentang DPN yang memuat pasal karet," ucap Dimas. 

Dia mencontohkan Pasal 3 huruf F, misalnya, mengatur bahwa DPN memiliki fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. Koalisi khawatir pasal ini dijadikan pasal sapu jagat sehingga dijadikan alasan untuk membenarkan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang lainnya dalam ranah non-pertahanan. 

Koalisi berpendapat bahwa keterlibatan DPN dalam mengurus permasalahan nasional di luar pertahanan nyata-nyata menunjukkan gejala kembalinya dwifungsi militer Orde Baru dalam kehidupan bernegara. 

"Kami mencatat, sebelumnya ada beberapa keterlibatan militer dalam ranah sipil yang bermasalah seperti pengamanan proyek Rempang Eco City yang berakibat pelanggaran HAM," ujarnya. 

Tags :
Kategori :

Terkait