Mau Berubah?

--

Saya tahu itu tidak mungkin diubah. Aturan hukumnya mengatakan begitu. Tapi siapa tahu ada terobosan dari para ketua pengadilan di forum itu.

Seorang hakim senior angkat bicara. Namanya: Iwan Anggoro Warsita SH MHum. Ia kini menjabat Ketua PN Blitar. Iwan juga produktif dalam menulis buku. Sudah banyak buku hukum ia terbitkan.

Iwan Anggoro menceritakan pengalamannya yang sangat menarik. Yakni saat menjadi hakim di daerah kepulauan terpencil. Jarak antar pulaunya bisa dua tiga hari naik perahu.

Salah satunya saat ia ditugaskan menyidangkan perkara di Saumlaki, Maluku Tenggara. Lokasinya sudah lebih dekat ke Dili, Timor Leste.

Untuk ke sana perlu biaya perjalanan dinas. Anggaran tidak besar. Maka perjalanan dinas itu dibatasi: hanya tiga hari. Lebih dari itu harus biaya sendiri.

Tentu hakim tidak mau bertugas pakai uang sendiri. Maka dalam tiga hari puluhan perkara bisa diselesaikan.

"Keterbatasan biaya perjalanan dinas ternyata bisa membuat perkara cepat diputuskan," katanya. Seluruh ruangan tertawa riuh.

Iwan menyimpulkan satu perkara sebenarnya bisa ditangani dengan cepat. Yang penting ada dua alat bukti. "Hakim kan punya senjata ini," katanya sambil menuding dada. "Senjata keyakinan."

Anda sudah tahu: hakim memang boleh membuat putusan berdasar keyakinannya/nyi –setelah melihat kekuatan dua alat bukti.

"Apakah cara di kepulauan itu bisa diterapkan di kota besar?” tanya saya.

"Bisa!” jawabnya mantap –semantap rasa ikan bakar di Saumlaki.

"Kan situasinya berbeda?” tukas saya.

"Tetap bisa. Asal mau," katanya. "Kalau untuk perkara pasal 362, hakim sampai mengajukan lebih dari delapan pertanyaan, pasti itu hakim bodoh!” katanya.

Anda sudah tahu pasal 362 itu apa: pencurian.

Memang sebenarnya banyak yang bisa dilakukan. Masalahnya: mau atau tidak. Pasti bisa tapi belum tentu mau.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan