Pengamat Tanggapi Langkah Kejagung Mencekal Bos PT Djarum Terkait Kasus Pajak
--
RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menanggapi langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan pencekalan terhadap bos PT Djarum Victor Rachmat Hartono.
Dia menilai langkah Kejagung tersebut sangat tepat.
Menurut Hadjuno, upaya ini merupakan prosedur hukum yang wajar dalam proses penyidikan dugaan kasus pengurangan pajak.
Dia menilai menilai pencekalan adalah tindakan administratif yang lazim dilakukan untuk memastikan proses penyidikan berjalan efektif.
“Saya melihat ini sebagai bagian dari prosedur hukum yang harus dihormati,” ujar Hardjuno di Jakarta, Sabtu (29/11).
Kejagung sebelumnya meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Victor bepergian ke luar negeri dalam rangka pendalaman perkara perpajakan yang disebut terjadi pada periode 2016–2020.
Hingga saat ini, perkara masih berada pada tahap penyidikan, dan Kejagung belum mengumumkan detail dugaan kerugian negara maupun pihak-pihak lain yang terlibat.
Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) ini menegaskan bahwa dugaan pengurangan pajak yang melibatkan korporasi besar harus diproses secara serius karena menyangkut penerimaan negara dan keadilan fiskal.
Dia menilai penyidikan semacam ini penting untuk memperkuat integritas sistem perpajakan nasional.
“Tidak boleh ada perbedaan perlakuan antara usaha kecil dan konglomerasi. Kepatuhan pajak adalah pondasi kepercayaan publik,” katanya.
Lebih jauh, Hardjuno mengaitkan momentum ini dengan pelajaran besar dari penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta skema obligasi rekapitalisasi pasca-krisis 1998.
Menurut dia, hubungan negara–korporasi di masa lalu menyisakan beban fiskal jangka panjang akibat minimnya transparansi dan lemahnya pengawasan.
“Pengalaman BLBI menunjukkan bahwa ketika relasi keuangan negara dan korporasi tidak dikelola secara terbuka, risiko moral hazard sangat besar dan dampaknya diwariskan bertahun-tahun,” ujarnya.
Dia menilai bahwa karena terdapat sejarah panjang interaksi negara dan konglomerasi nasional dalam konteks krisis 1998, setiap perkara yang menyangkut kepatuhan pajak korporasi besar dewasa ini perlu ditangani dengan standar transparansi yang tinggi.