Dari Jeruk Tak Dikenal Jadi Oleh-Oleh Nasional: Perjuangan Pria 64 Tahun Ini Bangkitkan Kultura Kalamansi

Chandra Kesuma menunjukkan produksi sirup kalamansinya.--

MENJADI seorang entrepreneur sukses adalah impian semua orang. Namun mewujudkan hal tersebut bukan seperti mudahnya membalikkan telapak tangan. Ada suka dan duka yang harus dirasakan selama perjalanan membangun suatu usaha. Seperti yang dialami Chandra Kesuma, pria asal Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu yang saat ini berusia 64 tahun. Dirinya harus berjuang keras membangun usaha sirup kalamansi dari yang awalnya tak dikenal orang hingga saat ini menjadi salah satu oleh-oleh andalan khas Kota Bengkulu. Berikut kisahnya.

LEONARDO FERDIAN – KOTA BENGKULU

Chandra yang merupakan salah satu binaan dari BRI ini memulai usaha produksi sirup kalamansi pada tahun 2011 silam. Pertama kali sirup ini muncul saat dirinya masuk dalam kepengurusan salah satu koperasi, mendapatkan tawaran dari Kementerian Koperasi untuk mencari produk unggulan daerah. Melihat tawaran itu, ia bersama dengan rekannya, Marwan Ramis yang merupakan adik dari Wagub Bengkulu saat itu mulai mencari produk unggulan tersebut. Berbekal informasi yang diterima, ia menemukan tanaman jeruk kalamansi milik salah satu warga yang kemudian diolahnya menjadi sirup kalamansi.

Olahan jeruk menjadi sirup itu dinamakan Kultura Kalamansi yang dibawa ke Jakarta. Alhasil, Kementerian Koperasi tertarik dengan produk tersebut. Produk dibawa kembali ke Kota Bengkulu untuk dilaunchingkan. Perlahan namun pasti, Kultura Kalamansi mulai dikenal dan dipasarkan ke rumah-rumah, toko oleh-oleh hingga dipamerkan dalam bazar tingkat provinsi maupun nasional.

‘’Awalnya kami di koperasi terima tawaran dari kementerian untuk mencari produk unggulan. Setelah kami telusuri, akhirnya kami ketemulah jeruk kalamansi. Jeruk ini diolah hingga akhirnya menjadi sirup kalamansi. Kemampuan dalam mengolah jeruk ini juga saya dapatkan dari pelatihan yang saya terima. Bibit jeruk ini pertama kali dibawa ke Kota Bengkulu oleh salah satu yayasan kala itu. Bibitnya dari Filipina. Sirup kalamansi kami antar ke Jakarta dan pihak kementerian tertarik. Kami launching dan akhirnya sampai saat ini menjadi salah satu oleh-oleh khas Kota Bengkulu. Pengolahan waktu itu juga tidak mudah, harus beberapa kali uji coba hingga menemukan rasa yang sesuai dan memiliki cita rasa yang khas. Intinya tidak berhenti untuk mencoba,’’ kata Chandra.

Lanjut Chandra, pasca dilaunching, pemasaran sirup kalamansi semakin masif. Setiap harinya produksi sirup tiada henti untuk dijualkan. Penjualan tidak hanya di wilayah Kota Bengkulu, namun luar Provinsi Bengkulu seperti Serang, Jakarta, Yogyakarta dan beberapa daerah lainnya. Omzet yang dihasilkan rata-rata penjualan 50 liter hingga 80 liter, dengan harga per liter dikisaran Rp 45 ribu hingga Rp 50 ribu.

Beberapa tahun kemudian, dirinya mendapatkan bantuan dari kementerian sebesar Rp 200 juta serta suntikan dana dari BRI senilai Rp 100 juta. Tambahan modal ini membuat penjualan semakin berkembang. Berjalan waktu, tumbuh Usaha Kecil dan Menengah (UKM) baru di Kota Bengkulu untuk memproduksi sirup. Dirinya menjadi salah satu tim yang memberikan pelatihan kepada UKM tersebut.

‘’Saya mulai mengikuti pelatihan-pelatihan di berbagai daerah. Salah satunya di Jakarta. Selain itu, saya juga diminta melatih UKM baru dalam memproduksi sirup tersebut. Pokoknya waktu itu perlahan usaha sirup makin berkembang. Produk saya dipasarkan di toko oleh-oleh dan ada juga yang diantarkan ke pelanggan tetap sampai saat ini,’’ jelas Chandra yang saat ini berdomisili di Kelurahan Rawa Makmur Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.

Istri Idap Sakit Kanker, Penjualan Sempat Merosot

Di tengah keberhasil dalam penjualan sirup saat itu, Chandra sempat dihadapkan dengan musibah yang menimpa istri tercinta. Tepatnya pada tahun 2017, sang istri mengalami sakit kanker sehingga dirinya harus bolak-balik berangkat ke Jakarta untuk mengantarkan istrinya berobat. Waktu yang dimakan untuk pengobatan membuat fokus produksi sirup menurun. Hal ini berdampak pada penjualan sirup yang merosot. Meski demikian, Chandra tetap berjuang dan akhirnya pada pertengahan tahun 2019 istrinya telah sembuh. Penjualan secara perlahan mulai stabil dan meningkat.

‘’Produksi kami menurun karena saat itu saya harus fokus pengobatan istri saya. Ia sakit kanker dan harus menjalani pengobatan di Jakarta. Saya harus bolak-balik. Pelatihan-pelatihan tidak bisa saya ikuti. Tapi alhamdulillah, pertengahan tahun 2019 istri saya sembuh. Penjualan kembali stabil dan meningkat. Apalagi saat Covid, banyak warga yang membutuhkan vitamin C pada sirup kalamansi ini sendiri,’’ tutup Chandra.

Terpisah, Manajer Bisnis Mikro BRI, Riky Andria mengungkapkan bahwa BRI berkomitmen mendampingi UMKM agar tumbuh berkelanjutan.

“Pak Chandra adalah contoh nyata bagaimana pelaku usaha lokal bisa tumbuh besar dengan semangat tinggi dan dukungan pembiayaan yang tepat. Kami di BRI bangga bisa menjadi bagian dari perjalanannya,’’ pungkas Riky.(**)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan