RAKYATBENTENG.BACAKORAN.CO - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus mengawal kasus kekerasan seksual yang terjadi di panti asuhan di Tangerang.
Dilansir dari disway.id, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar, mengecam peristiwa ini dan menekankan bahwa penanganan terhadap korban harus dilakukan dengan baik, termasuk dalam proses hukumnya.
Menurutnya, kolaborasi antar-stakeholder sangat penting dalam memastikan upaya penanganan tersebut berjalan lancar.
“Kolaborasi yang kuat antara stakeholder diharapkan mampu membawa hasil yang optimal, baik dalam pemulihan korban maupun penindakan terhadap pelaku," tutur Nahar dalam keterangannya, 29 Oktober 2024.
Diungkapkannya, hasil identifikasi menemukan terdapat sebanyak 8 korban dugaan kekerasan seksual oleh pengasuh dan pemilik panti.
Sementara 5 korban di antaranya masih berusia anak.
Namun demikian, belasan anak lainny juga ikut terdampak dari peristiwa tersebut.
"Saat ini, para korban dan anak-anak yang terdampak sudah dipindahkan ke lokasi yang aman dan sedang dalam proses pemulihan," ujar Nahar.
Dalam penanganan dan pendampingan korban, pihaknya mengutamakan pemulihan bagi korban dan anak-anak yang terdampak.
Di mana, dilakukan pemantauan dan pendampingan lanjutan, penguatan pengasuhan bagi keluarga, pemenuhan hak pendidikan anak, serta akses pada layanan rehabilitasi dan bantuan sosial sesuai kebutuhan.
"Saat ini proses hukum masih berjalan serta masih ada 1 pelaku yang masih DPO, sementara 2 pelaku lainnya sudah diamankan oleh Polres Metro Tangerang Kota,” kata Nahar.
Ia pun mendorong proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil. Pihaknya juga akan mengawal kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang semestinya.
“Kasus ini menjadi peringatan bagi kita semua bahwa anak merupakan kelompok yang rentan mengalami kekerasan," lanjutnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap para pelaku mendapatkan hukuman maksimal.
Selain itu juga mendorong adanya ganti rugi bagi para korban sebagai upaya pemulihan demi meminimalisir risiko korban menjadi pelaku di kemudian hari. (**)