Oleh: Dahlan Iskan
Pak Prabowo benar ketika merencanakan membelah Kementerian Keuangan menjadi dua. Yang mengurus pendapatan negara dipisah dari yang membelanjakannya. Bahkan lebih revolusioner: Ditjen Anggaran dilebur ke dalam Bappenas.
Presiden Prabowo benar ketika akhirnya tidak melaksanakan rencananya itu.
Benar dalam pengertian toh presiden-presiden sebelumnya juga tidak memisahkannya. Padahal presiden sebelumnya juga tahu bahwa yang benar adalah dipisahkan.
Bedanya, presiden terdahulu sebatas tahu, tapi tidak merencanakan. Sedang Prabowo merencanakan, membuka perencanaannya itu ke publik –dianggap menjanjikan itu.
Tapi kenapa direncanakan kalau sudah tahu sulit dilaksanakan?
Mungkin awalnya tidak tahu akan banyaknya kesulitan. Kan Prabowo belum pernah berpengalaman jadi presiden.
Mungkin Prabowo tetap yakin bahwa yang terbaik adalah dipisah. Negara-negara maju pun seperti itu. Teori manajemen juga tegas: jangan menyatukan antara yang mencari uang dengan yang memakai uang.
Tapi orang setegas Prabowo pun mungkin ingin bermain aman. Keadaan ekonomi tidak lagi baik-baik saja. Jangan coba-coba yang baru di masa yang tidak menentu. Bisa guncang.
Termasuk jangan coba-coba dengan orang baru. Apalagi ini menyangkut kepercayaan luar negeri.
Maka Prabowo bermain aman: pilih Sri Mulyani. Ini untuk periode keempat Sri Mulyani menjadi menteri keuangan.
Semula saya mengira menteri keuangan dijabat Budi Sadikin. Darah baru. Pintar cari solusi. Termasuk saat Freeport harus diambil alih. Ia yang mencari skema pendanaannya.
Mungkin terlalu berisiko mengangkat orang baru. Apalagi ada pihak di Amerika yang kurang senang dengan pengambilalihan Freeport.
Pilihan pun kembali ke Sri Mulyani –sahabat Amerika.
Saya pun kaget: kok beliau masih mau menjadi menkeu lagi. Sama sekali tidak menyangka beliau masih mau.