Oleh: Dahlan Iskan
Apakah Anda sudah dapat undangan untuk ikut upacara kenegaraan hari kemerdekaan Republik Indonesia di Ibu Kota Nusantara?
Kalau belum, sama: saya juga belum.
Rasanya upacara kenegaraan itu tetap jadi dilaksanakan di sana. Biar pun tidak seperti rencana semula.
Waktu 53 hari terlalu mepet untuk menyelesaikan banyak hal. Waktu nettonya mungkin tinggal 40 hari. Yang delapan hari untuk bersih-bersih lokasi tempat upacara.
Manusia boleh merencanakan, tapi anak buah yang melaksanakan. Yang dibayangkan pimpinan kadang tidak sama dengan kecepatan pelaksanaan di lapangan.
Misalnya soal apartemen bagi pegawai negeri. Keputusannya sudah dibuat dua tahun lalu: akan dibangun oleh swasta. Siapa swastanya sudah ditentukan.
Masing-masing perusahaan real estate besar dapat alokasi membangun enam tower apartemen pencakar langit. Total berisi 4.000 unit.
Model pembangunannya pun sudah diputuskan: public private partnership, PPP. Yakni patungan antara pemerintah dan swasta.
Pemerintah menyediakan tanah. Swasta yang membangun gedungnya. Lalu pemerintah yang akan mencicil pembayarannya. Selama 10 tahun.
Waktu putusan itu dibuat, badan otoritas IKN belum terbentuk. Semua masih di tangan Kementerian PUPR --Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Setelah badan otorita terbentuk urusan pembangunan apartemen pegawai negeri itu dialihkan ke otorita.
Pergantian lembaga ini saja memakan waktu. Setidaknya menambah ketidakpastian keputusan. Yang di PUPR masih sulit diputuskan sampai di otorita tetap sulit diputuskan.
Keputusan paling sulit adalah: berapa sewa bulanan tiap unit apartemen tersebut. Yang akan membayar adalah pemerintah. Lewat APBN. Uang negara. Yang akan menerima adalah pihak real estate yang membangun tower.
Karena menyangkut uang negara, keputusan pun sulit dibuat. Sebenarnya mudah. Tinggal pakai rumus M+. Atau M++. Bisa juga M+++. Pihak swasta tentu mengusulkan plusnya jangan hanya satu. Harus tiga. Kalau perlu empat.