Langkah pertama adalah membatasi kadar lemak trans hingga 2% dari total kandungan lemak di semua makanan.
Langkah kedua, pelarangan minyak terhidrogenasi sebagian (Partially Hydrogenated Oil/PHO), termasuk pelarangan produksi, impor, penjualan, dan penggunaan PHO pada semua makanan.
Untuk mendukung kebijakan ini, pada 2018 WHO meluncurkan inisiatif eliminasi lemak trans global, REPLACE, yang menyerukan negara-negara untuk mengeliminasi lemak trans secara global pada tahun 2023.
Kerangka kerja REPLACE terdiri dari 6 strategi: pertama, meninjau sumber makanan lemak trans dan lanskap kebijakan; kedua, mendorong penggantian lemak trans dengan lemak dan minyak yang lebih sehat; ketiga, memberlakukan peraturan untuk mengeliminasi lemak trans; keempat, menilai dan memantau kandungan lemak trans dalam pasokan pangan; kelima, menciptakan kesadaran di kalangan pengambil kebijakan, produsen pangan, dan masyarakat; dan keenam, memastikan kepatuhan terhadap kebijakan.
Saat ini, sebanyak 53 Negara Anggota WHO telah mengadopsi kebijakan praktik terbaik eliminasi lemak trans, termasuk Denmark yang menjadi negara pertama yang menerapkan kebijakan tersebut sejak 2003.
"Denmark adalah negara pertama yang melarang lemak trans dalam industri makanan dan ini sudah dilakukan sejak tahun 2003. Kenapa bisa dilakukan, karena sebelum adanya larangan ini, angka kematian akibat penyakit jantung itu sangat tinggi,” kata Dante.
Sepuluh tahun setelah regulasi diberlakukan, tanpa intervensi spesifik lainnya, angka kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah turun 20 persen.
Dante menegaskan, Pemerintah Indonesia juga berkomitmen penuh untuk menerapkan regulasi pelarangan penggunaan lemak trans pada industri makanan di Indonesia.
Wamenkes pun menilai pembatasan lemak trans akan menekan penyakit jantung sekaligus membuat Indonesia berhemat triliunan rupiah.
Ia berharap penyusunan regulasi dengan melibatkan lintas sektor dapat menjadikan Indonesia negara berikutnya yang menerapkan regulasi sesuai praktik baik yang disarankan WHO.
“Kami akan merumuskan regulasi tersebut di Indonesia. Dengan begitu, masyarakat akan lebih sehat sehingga angka kematian akibat penyakit jantung dan kardiovaskular turun," ujarnya.
Dante menjelaskan, penerapan regulasi lemak trans akan dibarengi dengan edukasi secara masif terutama pada sektor informal seperti pedagang kecil dan menengah.
“Kini, 53 Negara Anggota WHO secara global telah mengadopsi kebijakan praktik terbaik terkait lemak trans, dan WHO bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia untuk memastikan Indonesia menjadi negara berikutnya,” kata Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. N. Paranietharan.
“Rilis studi dasar WHO hari ini menandai langkah maju yang penting dalam memperbaiki lingkungan pangan bagi lebih dari 275 juta masyarakat Indonesia, memungkinkan mereka untuk hidup lebih lama dan lebih sehat,” katanya.