Tersiksa Jendela

Sabtu 02 Mar 2024 - 20:42 WIB

Oleh: Dahlan Iskan

LIHATLAH foto itu: satu penumpang menghadap ke depan. Dua lainnya menghadap ke belakang. Di pesawat berbadan lebar jurusan Abu Dhabi–Jeddah dua hari lalu.

Itulah kalau susunan kursi di dalam pesawat dibuat menghadap dua arah. Separo-separo.

Saya duduk di sebelah wanita entah siapa di foto itu: menghadap ke bagian belakang pesawat. 

Jelas, cara menyusun kursi seperti itu baru: bisa menambah jumlah penumpang. Bisa empat orang lebih banyak. Kita lihat apakah model ini akan menjadi mode baru ke depan.

Idenya mungkin datang dari pengaturan kursi VIP di pesawat pribadi. Di pesawat seperti itu saya sering dapat bagian kursi yang menghadap ke belakang. Sedang kursi yang menghadap ke depan untuk orang yang lebih penting dari saya. Atau, setidaknya, untuk si pemilik pesawat.

Dengan cara duduk berhadapan seperti itu penumpang bisa rapat sambil terbang. Atau ngobrol lebih gayeng. Atau ngegosip tingkat tinggi. Atau sambil makan. Ada meja makan di tengahnya. Kursinya pun setengah sofa.

Berarti sudah biasa ada kursi menghadap ke belakang. Toh Anda sudah sering lihat: pramugari juga selalu duduk menghadap ke belakang: sambil mengumumkan bahwa pesawat sudah akan mendarat.

Tapi yang saya naiki kemarin itu pesawat komersial. Perasaan penumpang harus dipertimbangkan. Apakah penumpang bisa menerima. Misalnya Anda. Ini soal marketing. Untuk apa lebih efisien tapi tidak disukai. 

Misalnya membangun rumah di posisi tusuk sate. Efisien tapi sulit laku –kecuali rumah pertama yang mampu saya beli dulu: tusuk sate di Tenggilis Mejoyo. Tidak sial. Bahkan bisa membuat saya rukun 50 tahun dengan wanita yang di foto itu: 20 Agustus nanti

Apakah duduk menghadap ke belakang dikeluhkan oleh penumpang?

"Tidak ada,'' jawab pramugari di situ. ''Paling ketika awal datang saja ada yang seperti kaget, kok menghadap ke belakang,'' tambahnyi.

Saya termasuk yang tidak kaget: sudah diberi tahu sejak memilih kursi waktu check in. Sama-sama menghadap ke belakang pilih yang mana. Sama-sama terpisah dengan wanita itu tapi yang mana.

Saya pilih yang dipisahkan meja. Bisa tetap saling lihat –setidaknya saling lirik. Untuk ngobrol memang agak sulit.  Berjarak. Sedikit mengeraskan suara akan mengganggu penumpang lain. Lihat sekali lagi foto itu. Sulit kan? Untuk saling berbisik?

Memang, dari segi rasa, menghadap ke belakang tidak ada bedanya. Sama saja. Tidak seperti naik bus: bisa mabuk. Terutama karena saat melihat ke luar jendela pohon-pohon seperti berlarian berlawanan.

Tags :
Kategori :

Terkait