Ketika masuk SMA Dewi harus kembali ke Blitar. Cari SMA negeri di sana: SMAN 1 Blitar. Gratis. Ikut nenek di Ngadirejo. Gratis.
Dewi menjadi anak yang pandai. Juara kelas. Di kelas tiga dia dapat beasiswa dari Jepang.
Dewi tidak membayangkan bisa kuliah. Tapi dia dapat tawaran kuliah gratis. Masih dapat beasiswa lagi. Yakni di D-3 akuntansi sebuah perguruan tinggi swasta. "Perguruan tingginya tidak terkenal. Di Ketintang. Sekarang sudah bubar," ujar Dewi.
Dengan ijazah D-3 itu Dewi bisa dapat pekerjaan. Lalu menikah. Setelah berumah tangga Dewi kuliah lagi. S1. Di IKIP PGRI Sidoarjo. Jurusan pendidikan Bahasa Inggris.
Ternyata rezekinya di bubur bayi. Dewi jaga ketat kualitas bubur itu. Dia sadar sepenuhnya: bayi harus disiapkan sungguh-sungguh untuk jadi manusia unggul di masa depan.
"Beras kami organik. Semua sayurnya juga organik," ujar Dewi.
Untuk itu Dewi pernah membeli sayur organik di satu supermarket. Lalu membeli sayur organik langsung dari petani. Setelah jadi bubur Dewi kirim dua-duanya ke laboratorium organik di tiga lembaga. "Hasilnya, yang dari petani yang benar-benar organik," katanya.
Sampai sejauh itu Dewi bersikap hati-hati. "Saya takut dengan pengadilan di akhirat kelak," kata Dewi. "Saya sudah tulis di label kami bahwa bubur kami organik. Jangan sampai tidak organik," katanyi.
Akhirnya Dewi membina petani langsung di Malang. Di kaki Gunung Kawi. Sampai 50 petani. Mereka diminta menanam sayur organik. Dewi yang memberi jaminan sebagai pembeli hasil pertanian mereka.
Sayur apa saja?
"Mereka kami minta tanam 30 jenis sayur," ujar Dewi.
"Sampai 30 jenis?"
"Saya usahakan beda hari beda kombinasi sayurnya," ujar Dewi.
Dia mengaku bukan ahli gizi. Tapi dia bersikap rendah hati: konsultasi dengan lembaga ahli gizi. Sekalian minta dibikinkan resep kombinasinya.
Dari pengamatan Dewi orang membeli bubur di tempatnyi sekaligus tiga mangkuk –paper cup. Sekalian untuk pagi, siang dan sore.
Awalnya Dewi sendiri yang membagikan bubur contoh untuk dirasakan. Dia datangi rumah orang yang punya bayi. Bagi bubur. Juga datang ke Posyandu. Bagi bubur. Akhirnya Dewi membuka rombong pertama: dijaga oleh kakak ipar, seorang janda yang harus menghidupi anak-anaknyi.