Oleh: Dahlan Iskan
Hari-hari ini semua kelenteng bersih-bersih diri. Itu juga dilakukan di kelenteng Fen Yang di Teluk Gong, Jakarta Barat. Atau hari ini di kelenteng tua Gudo, dekat Jombang, Jatim.
Saya ikut bersih-bersih di Teluk Gong, kemarin. Kebagian ''memandikan'' dewa utama di kelenteng marga Guo itu: dewa Jenderal Guo Ziyi. Ukurannya sedikit lebih besar dari ukuran manusia aslinya.
Itulah yang membedakan kelenteng di Teluk Gong itu dengan lainnya: memajang tokoh nyata sebagai dewa utama.
Jenderal Guo Ziyi adalah leluhur orang Tionghoa yang bermarga Guo. Atau di Indonesia jadi Kwik –seperti Kwik Kian Gie.
Di Malaysia Guo menjadi Kuok –Robert Kuok, si raja gula dunia yang juga pemilik jaringan hotel Shangri-La.
Di Taiwan menjadi Gou seperti Terry Gou --orang terkaya di sana, raja semikonduktor dunia.
Guo juga bisa jadi Kwok --seperti Aaron Kwok, artis pujaan Anda dari Hongkong. Bisa juga berubah jadi Kwek –Anda cari sendiri siapa contohnya.
Ketua kelenteng Fen Yang di Teluk Gong itu adalah Romo Ami S. Winata –kakak sulung pengusaha besar Tomy Winata.
Romo Ami dulunya juga pengusaha sukses. Lalu, ketika ayahnya sudah berangkat tua, Ami mengabdikan diri sepenuhnya menjadi rohaniawan Buddha Mahayana di kelenteng itu: Vihara Satrya Dharma.
Awalnya Romo Ami hanya tahu: ayahnyalah yang membangun kelenteng tersebut. Yakni pada tahun 1960-an. Tapi ia terlalu sibuk jadi pengusaha.
Setelah terpanggil untuk mengurus warisan spiritual sang ayah, barulah Ami mencari tahu seluk beluk kelenteng tersebut. Ia lantas menemukan satu buku tua di lemari kelenteng tersebut --ditulis dalam bahasa mandarin. Ia baca baik-baik. Isinya ternyata menambah daya tarik dirinya: tentang Jenderal Guo Ziyi.
Ternyata Jenderal Guo Ziyi itulah sosok leluhur keluarganya. Juga leluhur semua keluarga yang bermarga Guo.
Tentu, semua yang bermarga Guo bangga dengan leluhur mereka itu. Ia bukan hanya seorang jenderal besar, tapi juga seorang perdana menteri. Yakni di zaman dinasti Tang --lebih 1000 tahun lalu.
Guo Ziyi pernah mengatasi pemberontakan terbesar di zaman itu --dengan memimpin sendiri pertempuran besar itu. Bahkan sampai ada yang melebih-lebihkannya: nyaris bertempur seorang diri. Dan menang.