EDUKASI RBt - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritisi Program Guru Penggerak (PGP). Program yang digencarkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dinilai belum mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi guru. Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengungkapkan seringkali di lapangan, keberadaan guru penggerak menimbulkan kecemburuan dan potensi konflik di antara sesama guru. "Terlebih lagi syarat maksimum guru penggerak berusia 50 tahun, rasanya ini diskriminatif menutup pintu bagi guru di atas 50 tahun yang ingin mengikuti PGP, mengembangkan karier, dan meningkatkan kompetensi dirinya," ucap Satriwan, Selasa (2/1).
Dia menyebut P2G berharap ke depan kesempatan guru mengikuti pelatihan, peningkatan kompetensi, memimpin ekosistem pembelajaran dengan menjadi kepala sekolah, bahkan pengawas dengan mengedepankan prinsip inklusif, terbuka, berkelanjutan, dan berkeadilan. Program satu juta pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang digaungkan Kemendikbudristek juga dikritisi P2G. Program tersebut dinilai kurang sukses. Tercatat dalam rentang waktu 2021-2022 pemerintah hanya berhasil merekrut 544.292 guru.
Artinya, guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang. "Kami mengapresiasi upaya Kemendikbudristek, Kemenag, dan Panselnas dalam melaksanakan perekrutan guru PPPK. Namun, jujur harus diakui bahwa target perekrutan 1 juta guru tidak tercapai," kata Satriwan.
Dia melanjutkan seleksi PPPK guru 2023 pun hasilnya jauh dari harapan. Terungkap guru yang lolos seleksi sebanyak 250.432 orang.
Padahal, tahun sebelumnya 2021-2022 berhasil merekrut 544.292 guru. Artinya guru yang berhasil direkrut oleh pemerintah melalui skema PPPK baru 794.724 orang. "Namun, kami sangat menyesalkan masih ada ribuan guru lulus passing grade (PG) yang nilainya di atas ambang batas (istilah P-1), sejak 2021, dijanjikan akan diberi formasi pada 2022 lalu 2023, dan kini dijanjikan kembali mendapatkan formasi pada 2024 nanti," tutur Satriwan Salim. P2G juga sangat menyayangkan Pemda, hanya mengajukan 296.059 formasi guru PPPK dari 601.174 formasi yang dibutuhkan. Faktanya ujar Satriwan, selalu berulang begini, kekurangan guru ASN akan terus terjadi, sekolah serta pemda kembali akan merekrut guru honorer karena kebutuhan tak terpenuhi. "Begitu saja seterusnya, lingkaran setan," ucap Satriwan. Ribuan guru P1 tersebut nasibnya tidak jelas, nasib mereka digantung.
Kalau mau fair, negara sudah seharusnya mengganti rugi biaya hidup mereka, akibat ketidakpastian formasi karena amburadulnya manajemen guru PPPK. Solusi dari Mendikbudristek Nadiem Makarim melalui marketplace guru yang dikoreksi menjadi talent pool hanya menjadi bumerang. Sebab, menutup mata dari masalah sebenarnya, bahwa tidak sinkronnya kebijakan guru PPPK antara pemerintah pusat dan daerah. "Juga lemahnya pemutakhiran data, yang seharusnya bukan masalah bagi menteri dengan latar belakang pelopor perusahaan teknologi digital," ujarnya. (esy/jpnn.com)