Oleh: Dahlan Iskan
SAYA melarang istri untuk ikut para cucu. Mereka masih belasan tahun. Kuat-kuatnya jalan. Mereka bukan para cucu yang manja –mereka tahu cara berhemat. Ke mana-mana mereka pilih naik kereta bawah tanah yang sangat murah –di Beijing ini.
"Kapan lagi kumpul cucu," kata istri. Saya tahu diri: tidak lagi harus sibuk sepanjang tahun dan sepanjang umur.
Tapi saya benar-benar khawatir akan lututnyi: baru sebelah yang diganti dengan lutut made in Germany oleh dr Dwikora di Surabaya. Sebelahnya lagi masih sering sakit. Saya sudah sering merayu habis-habisan: agar yang kiri juga dioperasi. Masih belum mau. Pilih terpincang sedikit daripada operasi.
Padahal acara enam cucu ini banyak sekali. Jauh-jauh. Saya ingat perjalanan ke Beijing dengan istri 10 tahun lalu. Saya ajak dia masuk Forbidden City. Istana Terlarang. Di sebelah Tian An Men itu. Perlu jalan kaki yang begitu jauh –antrenya saja hampir satu jam.
Keluar dari Istana Terlarang istri saya minta istirahat. Dia mengeluh. Lututnyi sakit. Tidak ada tempat duduk. Dia duduk begitu saja di trotoar Chang An Jie. Tidak kuat lagi melangkah.
Tidak ada angkutan umum di sekitar itu. Dilarang. Kami harus berjalan ke arah Wang Fu Jing. Masih setengah kilometer lagi. Sebentar-sebentar dia minta berhenti. Duduk di trotoar. Sepuluh langkah duduk lagi.
Kalau saja saya bisa, sudah saya gendong. Tapi saya masih harus menggendong cucu yang paling kecil.
Sejak itu saya merasa bersalah –mengajaknyi jalan jauh. Sejak itu lututnyi kian sakit. Berbagai pengobatan tidak meredakannya. Akhirnya dia mau operasi. Berhasil. Tapi hanya yang kanan.
Sampai 7 tahun kemudian masih takut operasi yang kiri.
Tapi dia ingin kumpul cucu. Lengkap. Waktu hari pertama ikut ke Universal Beijing tidak ada masalah: ada persewaan kursi roda. Murah. Hanya 100 yuan, dengan deposito 500 yuan. Beres. Saya jadi pendorong kursi –bergantian dengan cucu dan anak.
Hari kedua mereka ingin ke Tian An Men dan Istana Terlarang. Saya ingat apa yang terjadi 10 tahun lalu. Maka saya cegah istri. Jawabnyi itu tadi. Ingin kumpul cucu-cucu yang lucu.
Tidak ada jalan lain: malam itu juga saya putuskan beli kursi roda. Yang paling sederhana saja. Ada teman di Beijing yang bisa membelikannya secara online. Malam itu juga bisa diantar ke hotel.
Dengan kursi roda itu saya bisa keliling Istana kuno itu tuntas. Dari depan sampai taman di belakang. Waktu dengan istri dulu hanya lihat separo. Begitu besar. Baru dapat setengah sudah kelelahan.
Kali ini saya lihat wajah istri yang bahagia.